Mataram (Suara NTB) – Pemerintah daerah mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka merespons arahan Presiden terkait dengan efisensi anggaran APBN dan APBD di 2025 ini. Pemprov NTB sendiri sedang menyusun sejumlah perencanaan dalam rangka menindaklanjuti arahan tersebut.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB telah melaksanakan pertemuan dengan Bappenda NTB, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB dan tim transisi Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terpilih dalam rangka peningkatan pendapatan dan kualitas belanja daerah untuk pembangunan Provinsi NTB pada Rabu, 5 Februari 2025.
Kepala Bappeda Provinsi NTB, Dr. H. Iswandi mengatakan, dalam penyiapan dokumen RPJMD, dibutuhkan analisis dan proyeksi tentang kekuatan fiskal kedepan. Diskusi ini akan menjadi dasar dalam menentukan strategi meningkatnya fiskal NTB.
Menurutnya, pada rasio pendapatan dan belanja daerah NTB saat ini masih terbilang positif. Artinya antara belanja dan pendapatan Pemprov NTB masih terjadi keseimbangan. Di tahun 2024, sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) terjadi peningkatan, namun kini daerah harus lebih meningkatkan sektor PAD mengingat adanya kebijakan efisiensi tahun ini.
“Pada komponen belanja, selama lima tahun terakhir belanja operasi NTB meningkat stabil sedangkan belanja modal berkurang, kedepannya belanja modal harus lebih banyak dari belanja operasi untuk menjawab akselerasi kebijakan nasional”, ujar Iswandi.
Menurutnya, potensi lain yang dapat meningkatkan PAD adalah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dan DBH sumber daya lainnya. Namun terkait dengan hal ini, sangat diperlukan koordinasi bersama pemerintah pusat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), Indeks Kapasitas NTB berada di angka 1,2 poin. Di tingkat kabupaten/kota, ada tiga daerah di NTB yang memiliki indeks fiskal tertinggi yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara (KLU) dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
“Masih diperlukan kolaborasi dengan kabupaten/kota untuk penguatan kapasitas fiskal,” ujarnya.
Iswandi menyampaikan beberapa strategi dalam optimalisasi belanja daerah, antara lain Bappeda harus memastikan belanja pegawai di bawah 30 persen. Kemudian, optimalisasi belanja daerah serta optimalisasi kerjasama Pemda dengan badan usaha dan menginventarisasi perusahaan swasta dan BUMN yang merencanakan pembangunan di daerah.
Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani menyampaikan dalam mengoptimalkan APBD, Pemda harus memilih apakah akan menaikkan pendapatan atau mengefektifkan belanja atau memperbaiki kualitas anggaran.
Berdasarkan hasil realisasi APBD Provinsi NTB, masih terdapat sisa kas yang sebaiknya bisa dioptimalkan dengan melakukan investasi jangka pendek yang dapat meningkatkan PAD. NTB juga perlu melakukan pengendalian kas untuk semua perangkat daerahnya, dengan membuat rencana penarikan dana harian, sehingga dapat diproyeksi jumlahnya untuk bulanan, triwulan dan tahunan yang kemudian dijadikan dasar cash buffer.
“Jika ternyata kurang, bisa melakukan pembiayaan dan jika lebih dapat melakukan investasi jangka pendek,” sarannya.
Untuk diketahui, pencadangan atau pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) NTB tahun 2025 sebesar Rp588 Miliar. Rinciannya yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 0,995 persen atau Rp107 miliar. Dimana pagu berdasarkan Perpres 201/2024 nilai DAU sebesar Rp10,83 triliun dicadangkan menjadi Rp10,72 triliun.
Kemudian pencadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar 41,47 persen atau sebesar 480 miliar. Sebab berdasarkan Perpres 201/2024, pagu DAK Fisik untuk NTB 2025 sebesar Rp1,51 triliun menjadi sebesar Rp678,6 miliar berdasarkan pagu sesuai KMK 29/2025.(ris)