Mataram (Suara NTB) – Bisnis kos-kosan di Kota Mataram semakin berkembang pesat seiring tingginya permintaan. Namun, penyalahgunaan tempat kos sering kali terjadi, yang dipicu oleh lemahnya pengawasan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram, Irwan Rahadi, yang dikonfirmasi pada Senin, 10 Februari 2025, mengatakan bahwa penyalahgunaan kos-kosan menjadi perhatian serius bagi kepala daerah. Menurutnya, potensi penyimpangan selalu ada selama ada celah atau peluang. Hal ini juga berlaku di hotel melati maupun hotel bintang. “Jika orang berpikir negatif, penyimpangan bisa terjadi di mana saja,” ujarnya.
Maraknya penyimpangan di kos-kosan disinyalir akibat lemahnya pengawasan. Pengawasan seharusnya dilakukan oleh pemilik kos, ketua RT, dan kepala lingkungan.
Irwan menjelaskan, Satpol PP sebagai aparat penegak peraturan daerah (perda) berperan dalam mengawasi bersama perangkat terkait seperti camat dan lurah. Namun, penindakan yang dilakukan sifatnya preventif, berupa arahan dan peringatan kepada penghuni maupun pemilik kos-kosan. “Kami hanya mengarahkan dan mengingatkan saja,” tegasnya.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram menyampaikan bahwa bisnis kos-kosan tidak bisa dijalankan sembarangan. Masyarakat harus memastikan bahwa kos-kosan yang dikelola telah mengantongi izin resmi. “Untuk persoalan izin, langsung ditanyakan ke DPMPTSP,” ungkapnya.
Asisten Tata Praja dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Mataram, H. Lalu Martawang, menambahkan bahwa Pemerintah Kota Mataram sangat memperhatikan beberapa kos-kosan yang terindikasi digunakan untuk kegiatan negatif seperti pesta narkoba, hubungan seksual, atau bahkan disewakan per jam seperti hotel. Martawang juga mengungkapkan bahwa banyak kos-kosan di Mataram yang tidak memiliki izin. “Bersama OPD teknis, kami sedang membahas nota dinas terkait kajian hukum langkah-langkah ke depan untuk menanggulangi penyimpangan di kos-kosan,” jelasnya.
Kajian hukum ini nantinya akan menjadi pedoman teknis dan standar operasional prosedur untuk penindakan di lapangan. Kos-kosan yang tidak memiliki izin akan menjadi target dalam penertiban. Martawang menegaskan bahwa Pemkot Mataram telah memiliki peraturan daerah yang mengatur bahwa kos-kosan dengan lebih dari 10 kamar harus memiliki izin. “Kos-kosan yang memiliki kurang dari 10 kamar tetap harus mematuhi aturan yang ada,” tambahnya.
Camat dan lurah akan diperkuat dengan pembentukan satgas untuk menangani masalah ini. Selain itu, setiap lingkungan diharapkan membuat awiq-awiq yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh, Kecamatan Sekarbela telah membuat inisiatif kartu identitas sementara untuk mengenal penghuni kos lebih baik, yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam membangun paguyuban di lingkungan tersebut.
Mantan Kepala Bappeda Kota Mataram juga mengungkapkan masalah lainnya, yaitu banyak kos-kosan yang tidak memiliki penanggung jawab atau induk semang. “Kos-kosan tanpa penanggung jawab cenderung lebih bebas dalam pengelolaannya,” ujarnya.
Peran ketua rukun tetangga (RT) dan kepala lingkungan sangat penting untuk memastikan pengawasan tetap berjalan dengan baik. Penghuni kos perlu mendapat pendampingan dan pembinaan untuk menciptakan rasa aman dan tertib di lingkungan tersebut. (cem)