Mataram (Suara NTB) – Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, menjatuhkan vonis 8,5 tahun penjara terhadap terdakwa in absentia Ida Ayu Wayan Kartika dalam perkara korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) mikro Kantor Unit BRI Kebon Roek.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ida Ayu Wayan Kartika dengan pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan penjara,” kata Irlina selaku ketua majelis hakim saat membacakan putusan dalam sidang in absentia terdakwa Ida Ayu Wayan Kartika di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat.
Selain pidana hukuman, hakim menjatuhkan pidana denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan pengganti.
“Turut memerintahkan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar,” ujarnya.
Apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti paling lama 1 bulan usai putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan,” ucap dia.
Dalam persidangan tanpa menghadirkan terdakwa, hakim menetapkan putusan tersebut dengan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai agen BRILink dan pengumpul debitur dari kalangan petani tersebut terbukti secara bersama-sama dan berlanjut melakukan tindak pidana korupsi.
Hakim membuat putusan tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa yang terbukti melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, muncul kerugian keuangan negara senilai Rp2,23 miliar. Sebagian kerugian telah dibebankan dalam putusan dua terdakwa lain, yakni eks Kepala Unit BRI Kebon Roek Samudya Aria Kusuma dan seorang mantri perbankan bernama Sahabudin.
Kartika yang kini masih berstatus buronan kejaksaan terlibat aktif atas kerugian keuangan negara yang muncul dalam perkara ini.
Kartika disebut dalam putusan telah memanipulasi data usaha penerima KUR mikro bersama Sahabudin. Hasil manipulasi data tersebut kemudian disetujui oleh Samudya sebagai kepala unit perbankan.
Turut terungkap dalam fakta persidangan bahwa Kartika menikmati sebagian besar dari pencairan anggaran KUR mikro yang mengakibatkan kerugian dari kalangan debitur dan pihak perbankan.
Kartika turut mengirim sebagian hasil pencairan KUR mikro kepada Samudya sebesar Rp166 juta dan kepada Sahabudin sebesar Rp35 juta. Uang itu terungkap telah dikembalikan Samudya dan Sahabudin melalui penitipan di kejaksaan. (ant)