Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB dan DPRD sudah mulai melakukan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran Sementara (PPAS) APBD tahun anggaran 2025. Tema besar yang dimunculkan dalam pembahasan anggaran ini yaitu upaya bersama untuk menyehatkan postur APBD NTB 2025.
Asisten III Setda Provinsi NTB H. Wirawan Ahmad, S.Si., M.T, mengatakan, Pemprov NTB bersama legislatif semangatnya ingin menetapkan postur anggaran yang realistis namun tetap bermuatan optimistik untuk pencapaian target kinerja daerah.
“Tema besar sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Pj Gubernur yiatu penyehatan APBD dengan kita menetapkan postur anggaran yang realistis namun tetap bermuatan optimistik untuk pencapaian target kinerja,” kata H. Wirawan Ahmad kepada Suara NTB, Selasa, 23 Juli 2024.
Ia mengatakan, pendapatan daerah tahun anggaran 2025 dianggarkan sebesar Rp5,69 triliun lebih. Terjadi penurunan sebesar 8,55 persen dibandingkan dengan APBD 2024. Namun dengan postur APBD sebesar itu, Pemprov NTB telah mengalokasikan anggaran-anggaran yang berkaitan dengan pencapaian target kinerja di tahun 2025.
Kata Wirawan, alokasi anggaran untuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) secara keseluruhan sudah hampir terpenuhi, kemudian alokasi anggaran untuk mandatory spending seperti untuk pendidikan, kesehatan, kemiskinan, inflasi, pengawasan serta penguatan kapasitas SDM juga sudah dialokasikan di RAPBD 2025.
Alokasi anggaran untuk mengakomodir usulan DPRD NTB berdasarkan hasil reses juga sudah dianggarkan. Begitu juga belanja rutin dan pelaksanaan urusan pada perangkat daerah juga sudah dialokasikan. Tak lupa, sejumlah anggaran hibah, terutama untuk mendukung posisi NTB sebagai tuan rumah berbagai event nasional tahun 2025 menjadi salah satu atensi Pemprov NTB dalam alokasi anggaran APBD.
“Jadi kita optimis bahwa dengan pendapatan sebesar itu tidak akan menganggu pencapaian kinerja pemerintah seperti yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah 2024-2026,” katanya.
Wirawan menerangkan, pendapatan daerah tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp5,69 triliun lebih, sementara belanja daerah direncanakan sebesar Rp5,59 triliun lebih, sehingga muncul surplus anggaran sebesar Rp97,7 miliar.
“Berarti kita mendesain APBD kita itu surplus sebesar Rp97,7 miliar lebih. Artinya pendapatan lebih besar daripada belanja daerah. Surplus itu kita gunakan untuk menutupi pembiayaan untuk cicilan pokok kepada PT.SMI,” katanya.
Pj Gubernur NTB H.Hassanudin pada saat penyampaikan dokumen KUA-PPAS kepada DPRD NTB Senin, 22 Juli 2024 mengatakan, pendapatan daerah tahun anggaran 2025 dianggarkan sebesar Rp5,69 triliun lebih. Terjadi penurunan sebesar 8,55 persen dibandingkan dengan APBD 2024 yang sebesar Rp6,18 triliun lebih.
Rincian komponen pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggarkan turun, sebesar 18,17 persen, yang semula pada APBD 2024 berjumlah Rp3,10 triliun lebih, menjadi sebesar Rp2,62 triliun lebih.
Menurutnya, penurunan ini disebabkan karena dua hal. Pertama, karena pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BNKB), yang menjadi hak kabupaten/kota.
Kedua, target pendapatan dari bagi hasil keuntungan bersih PT. AMNT memperhitungkan satu tahun buku, yakni dari keuntungan bersih tahun 2024. Pemprov NTB optimis bagi hasil keuntungan bersih tahun 2023 dapat terealisasi ke kas daerah dalam tahun 2024 ini.
Kemudian pendapatan transfer, dianggarkan turun sebesar 0,39 persen, yang semula pada APBD 2024 berjumlah 3,07 triliun rupiah lebih menjadi 3,06 triliun rupiah lebih. Sedangkan lain-lain pendapatan daerah yang sah, direncanakan naik sebesar 100 persen, dari APBD tahun 2024 nihil, menjadi sebesar 2 miliar rupiah pada APBD 2025.
Terkait dengan belanja daerah, untuk tahun anggaran 2025, direncanakan sebesar Rp5,59 triliun lebih, berkurang Rp512 miliar lebih, dari anggaran pada APBD 2024 sejumlah Rp6,10 triliun lebih, atau berkurang sebesar Rp9,15 persen.
Adapun pembiayaan daerah, dalam rancangan KUA dan PPAS tahun 2025, terdapat surplus anggaran sebesar Rp97,7 miliar lebih. Surplus ini dikarenakan penerimaan pembiayaan berupa SILPA, sebesar Rp25 miliar, dan untuk pengeluaran pembiayaan berupa pembayaran ciiclan pokok utang, yang jatuh tempo sebesar Rp122 miliar lebih.(ris)