Sumbawa Besar (suarantb.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumbawa memperkuat kelembagaan petani pemakai air. Ini untuk menggaransi suksesnya program ketahanan pangan. Sebagaimana salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Sumbawa memiliki wilayah seluas 6.650 kilometer persegi, jauh lebih besar dibanding seluruh Pulau Lombok. Dengan potensi ini, Sumbawa pantas disebut sebagai lumbung pangan NTB,” ujar Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, pada Kamis, 6 November 2025.
Penguatan ini melalui kegiatan Pembinaan Kelembagaan Perkumpulan Petani Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), dan Induk Pemakai Air (IP3A).
Ia menegaskan, penguatan P3A menjadi kunci keberhasilan sektor pertanian. Ia menekankan, Kabupaten Sumbawa memiliki potensi lahan pertanian, perkebunan, dan tambak terluas di NTB. Jarot menyoroti persoalan ketersediaan air di Moyo Hilir, Moyo Hulu, Lape, dan Lopokang.
Untuk menanggulangi hal itu, Pemkab membentuk Satgas Penanganan Air yang melibatkan Dandim dan Kapolres Sumbawa. Satgas bertugas mengawasi saluran irigasi dan menindak penyedotan ilegal.
Pemerintah daerah juga menambah sarana pertanian seperti sumur bor, mesin penyedot, dan alsintan berupa traktor roda dua, roda empat, serta combine harvester.
“Kita sudah mendapat lampu hijau dari pusat untuk tambahan alsintan. Semua ini demi memperkuat produksi padi dan jagung yang menjadi prioritas nasional,” ujarnya.
Bupati Jarot memberi tiga pesan penting bagi pengurus P3A: memiliki legalitas lembaga, memahami tata kelola administrasi dan pembukuan, serta aktif berkoordinasi dengan dinas terkait.
“Jangan hanya aktif di rapat. Pengurus harus hadir di sawah, di sungai, dan di lapangan agar tahu persoalan petani secara nyata,” tegas Jarot.
Selain pengawasan, Jarot mendorong pembangunan Bendungan Kerekeh untuk memperluas area irigasi dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Sektor Pertanian Jadi Andalan NTB
Pemprov NTB terus mendorong sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi daerah. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB, Muhamad Taufieq Hidayat beberapa waktu lalu menyatakan bahwa sektor ini kini menjadi penopang utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setelah sektor pertambangan yang menunjukkan tren penurunan kontribusi.
‘’Tahun sebelumnya, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB NTB mencapai 22,23 persen dari total Rp166,63 triliun. Alhamdulillah, tahun ini naik menjadi lebih dari 23 persen,’’ sebutnya.
Ia menambahkan bahwa penurunan kontribusi dari sektor tambang membuat pemerintah berfokus pada sektor yang lebih berkelanjutan, seperti pertanian. Menurutnya sektor pertanian kini menjadi tulang punggung utama karena sektor tambang menunjukkan tren negatif. Ketergantungan terhadap tambang, yang bersifat tidak terbarukan, dianggap tidak lagi strategis bagi keberlanjutan ekonomi daerah.
“Tambang itu sifatnya tidak terbarukan. Setelah deposit habis, selesai. Tapi pertanian itu bisa terus kita kembangkan dan tidak akan habis,” jelasnya.
Untuk mendukung peningkatan ini, Pemprov NTB melakukan pengetatan terhadap alih fungsi lahan. Menurut Taufieq, alih fungsi lahan hanya diperbolehkan dalam kondisi sangat mendesak, seperti untuk proyek strategis nasional, kepentingan umum, atau akibat bencana alam.
“Kami saat ini belum mengeluarkan banyak rekomendasi alih fungsi. Bahkan luas lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) kita meningkat dari 234 ribu hektare menjadi 237 ribu hektare. Total cadangan lahan pertanian kita bahkan mencapai 600 ribu hektare,” ungkapnya. (r)

