Mataram (Suara NTB) – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, menggelar pertemuan gugus tugas kota layak anak pekan kemarin. Kegiatan yang melibatkan pengasuh pondok pesantren dan kepala madrasah sebagai upaya memitigasi terjadi kasus kekerasaan pada anak dan Perempuan di sekolah berbasis agama. Ponpes dan madrasah juga didorong membentu satuan tugas tindak pidana kekerasaan seksual.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, Hj. Yunia Arini menjelaskan, pertemuan gugus tugas kota layak anak menghadirkan pengasuh pondok pesantren dan kepala madrasah. Pihaknya tidak memungkiri bahwa kasus kekerasaan banyak terjadi di madrasah dan pondok pesantre, sehingga menyasar fokus program menyasar sekolah di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia. “Selama ini, kita sudah sering menggelar kegiatan di sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan. Sekarang, kita menyasar madrasah dan pondok pesantren,” terangnya ditemui pada, Rabu, 26 November 2025.
Ia mengatakan madrasah maupun pondok pesantren didorong untuk berani membentuk satgas tindak pidana kekerasaan seksual. Beberapa ponpes maupun madrasah juga tidak memiliki satgas TPKS. Berbeda halnya, sekolah di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI. Sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama telah mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan,Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasaan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Artinya, sekolah negeri telah mengetahui cara penanganan apabila terjadi kasus kekerasaan. “Secara kebetulan di Ponpes dan madrasah belum dibentuk satgas TPKS,” terangnya.
Yunia menambahkan, ponpes maupun madrasah sebenarnya memiliki managemen sendiri dalam menangani kasus kekerasaan. Akan tetapi, alangkah baiknya ada standar operasional prosedur (SOP) atau sistem penanganan terhadap korban.
Sekretaris DP3A Kota Mataram ini menegaskan, seandainya Satgas TPKS di ponpes maupun madrasah tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut, maka bisa berkoordinasi dengan DP3A Kota Mataram. “Respon mereka cukup bagus dan mengharapkan ada tindaklanjut kedepannya, sehingga ditawarkan berkegiatan di sekolah dengan mengundang kami untuk penyebarluasan informasi,” terangnya.
Dengan terbentukanya satgas TPKS di ponpes dan madrasah diharapkan ada mitigasi serta SOP penanganan korban TPKS. Selain itu, pengasuh ponpes dan kepala madrasah menangani secara maksimal dan tidak menutupi kasus tersebut. (cem/*)

