SEKRETARIS Komisi IV DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati, S.Sos., menyoroti pemenuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan fasilitas olahraga MWP yang disebut telah mencapai Rp 15 juta. Meski begitu, dia menekankan bahwa pencapaian PAD tidak cukup bila tidak diimbangi dengan aspek pengamanan fasilitas.
Dia menegaskan pentingnya pengamanan di lokasi olahraga yang dinilai memiliki risiko tinggi, terutama karena kedalaman arena dan keberadaan kolam rekreasi yang dekat dengan area latihan atlet.
“Di sana ada anak-anak kita yang berekreasi di kolam sebelah. Tanpa pengawasan, ini berbahaya karena kedalamannya luar biasa,” ujar Nyayu dalam rapat kerja Komisi IV dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Mataram, Rabu, 26 November 2025, sembari meminta Dispora menyiapkan tenaga pengamanan setiap hari.
Kehadiran petugas keamanan dinilai penting untuk mencegah potensi kecelakaan, terutama bagi pengunjung non-atlet yang kerap memanfaatkan fasilitas tersebut.
Selain persoalan fasilitas, Nyayu juga menyoroti kurangnya program yang menyentuh potensi pemuda di luar bidang olahraga. Dia menilai bahwa pemuda bertalenta dari bidang seni, budaya, hingga keagamaan perlu mendapatkan ruang dan perhatian dari Dispora.
“Banyak pemuda hebat—mulai dari juara MTQ hingga seniman muda—yang belum tersentuh program. Mereka juga harus diperhatikan,” tegasnya. Nyayu menilai, selama ini program kepemudaan masih terlalu berfokus pada olahraga, padahal potensi generasi muda tersebar di berbagai bidang.
Nyayu juga mengungkapkan keluhan mengenai ketidaksinkronan antara usulan program dari hasil reses dengan pelaksanaan oleh Dispora. Menurut dia, program yang diusulkan sering kali berubah bentuk dan tujuan saat dijalankan dinas.
“Sering kali program yang kami ajukan berbeda jauh ketika masuk ke dinas. Judulnya sama, tapi kegiatannya tidak sesuai. Misalnya kami ingin pelatihan yang benar-benar membuat pemuda bisa terampil, tapi malah dibuat pelatihan sehari dua hari,” kritiknya.
Anggota dewan dari dapil Ampenan ini menyayangkan bahwa perubahan tersebut membuat program tidak efektif dan tidak menjawab kebutuhan masyarakat. Bahkan ada program yang akhirnya dibatalkan dan harus dianggarkan ulang dalam APBD Perubahan.
Nyayu juga menyinggung soal pemuda penyandang disabilitas yang disebut memiliki prestasi dan membutuhkan fasilitasi dari pemerintah daerah. Namun, ketidaksinkronan program membuat banyak kebutuhan pemuda berprestasi tidak tertangani, sehingga mereka mencari dukungan dari pihak lain.
“Bukan kami tidak peduli pada Dispora. Tapi ketika program tidak sinkron dan akhirnya tidak jalan, masyarakat bingung, dan kami yang harus menghadapi,” ujarnya.
Nyayu berharap Dispora lebih terbuka menerima masukan dan memastikan bahwa setiap usulan program benar-benar dijalankan sesuai kebutuhan masyarakat yang disampaikan saat reses. Dia menekankan bahwa pemuda merupakan generasi penerus yang harus dipersiapkan dengan program yang tepat sasaran. (fit)

