Mataram (Suara NTB) – Penetapan upah minimum kota (UMK) di Kota Mataram molor. Hal ini dipicu belum adanya formulasi dari pemerintah pusat. Kenaikan upah buruh diharapkan 10,5 persen.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram, H. Miftahurrahman menjelaskan, pembahasan tentang kenaikan upah minimum kota sebenarnya telah dilaksanakan pada pertengahan bulan November atau awal Desember. Namun, belum ada petunjuk teknis dari pemerintah pusat terkait formulasi penghitungan upah pekerja tersebut.
“Informasi sampai hari ini belum ada petunjuk dari pemerintah pusat untuk pembahasan UMK,” jelas Miftah ditemui di ruang kerjanya pada, Jumat, 5 Desember 2025.
Pemerintah pusat diketahui sedang menuntaskan regulasi tentang formula pengupahan sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023. Putusan Mahkamah Konstitusi mencabut dan merevisi sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja, termasuk soal upah minimum. Disebutkan upah minimum harus mempertimbangkan kehidupan layak sehingga pemerintah harus merumuskan dan menghitung aspek tersebut.
Dua skenario penetapan UMK. Pertama, pembahasan yang melibatkan asosiasi pekerja, asosiasi pengusaha, dewan pengupah, dan badan pusat statistik. Setelah ada benang merah atau kesepakatan baru ditetapkan.
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Mataram ini, belum mengetahui tuntutan dari pekerja untuk kenaikan upah tersebut. “Kami tidak bisa mereka-reka nanti kita dengarkan saja apa tuntutan dari pekerja dan aspirasi dari pengusaha,” ujarnya.
Menurut Miftah, penetapan UMK tidak saja melihat indikator hidup layak, melainkan juga mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indikator lainnya. Namun demikian, pihaknya masih menunggu regulasi dari Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia tentang formula serta Batasan teknis penetapan UMK.
Sebagai informasi, UMK Mataram 2025 ditetapkan sebesar Rp2.859.620, menjadi yang tertinggi di NTB. Angka tersebut naik 6,5 persen atau Rp174.531 dari UMK 2024. (cem)

