Mataram (Suara NTB) – Inovasi pertanian dari Nusa Tenggara Barat menarik perhatian nasional. Padi varietas unggul Gamagora 7, hasil kerja sama Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi NTB dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) direplikasi oleh sejumlah daerah di Indonesia karena terbukti meningkatkan produktivitas secara signifikan dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Kepala BI NTB, Hario K. Pamungkas menjelaskan keberhasilan NTB membuat sejumlah daerah lain mulai mengadopsi varietas ini. Sedikitnya 10 wilayah telah mereplikasi pengembangan Gamagora 7, antara lain Sumatera Utara, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kediri, Jember, Purwokerto, Sibolga, dan Siantar.
“Artinya bahwa, kontribusi NTB dalam ketahanan pangan bisa berdampak luas bagi daerah lain,” katanya.
Hario menjelaskan bahwa Gamagora 7 dikembangkan sebagai jawaban atas tantangan ketahanan pangan, terutama di tengah dampak perubahan iklim yang membuat produktivitas padi rentan menurun.
“Varietas ini dirancang untuk menghasilkan panen tinggi dan tetap tumbuh optimal di daerah dengan curah hujan rendah,” ujarnya.
Penggunaan bibit unggul Gamagora 7 menunjukkan hasil nyata di tingkat petani. Pada lahan percontohan di Kelompok Tani Remaja Tani, Lombok Tengah, produksi padi meningkat dari rata-rata 5–6 ton per hektare menjadi 9–10 ton per hektare.
Dengan hasil tersebut, pengembangan Gamagora 7 akan diperluas ke berbagai kabupaten/kota di NTB pada 2025 dengan harapan menjadi motor peningkatan produksi pangan daerah.
Tidak hanya panen yang meningkat, Gamagora 7 juga dikenal sebagai “padi amfibi” karena kemampuannya beradaptasi di kondisi lahan yang kering maupun basah. Keunggulan lain yang menjadi nilai tambah adalah umur panennya yang lebih pendek, sehingga petani dapat melakukan tanam beberapa kali dalam setahun dan mempercepat perputaran ekonomi sektor pertanian.
Hario menegaskan bahwa salah satu alasan pengembangan Gamagora 7 adalah upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas harga. Beras masih menjadi komoditas utama penyumbang inflasi, sehingga peningkatan produktivitas petani menjadi langkah strategis menambah stok dan menekan potensi kenaikan harga.
“Dalam pengendalian inflasi, tidak cukup hanya intervensi pasar. Harus ada upaya memperkuat produksi dari hulu. Gamagora 7 menjadi salah satu intervensi jangka menengah yang kami dorong,” jelasnya.
Dengan pengembangan yang semakin meluas, BI NTB optimistis bahwa Gamagora 7 akan berkontribusi signifikan dalam menjaga stabilitas pangan dan ekonomi daerah, sekaligus memperkuat posisi NTB sebagai lumbung pangan nasional. (bul)

