Mataram (suarantb.com) – Belanja pegawai Pemprov NTB menyentuh angka 33,8 persen. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan batas yang diberikan oleh nasional, yaitu maksimal 30 persen. Tingginya belanja pegawai ini membuat NTB sempat mendapat teguran, sehingga harus menyesuaikan batas yang ditentukan Pemerintah Pusat di tahun 2027 agar tidak mendapat sanksi.
Penjabat (Pj) Sekda NTB, H.Lalu Moh. Faozal, S.Sos.,M.Si., membenarkan dari tahun ke tahun kuota untuk pegawai di angka seperti itu. Namun, dipastikan di tahun 2025 ini, akan ada sekitar 500 pegawai yang memasuki masa pensiun.
“Artinya belanja itu akan bisa terkonversi nanti dengan adanya pensiun itu. Ini kan cadangan tertinggi yang dipakai,” ujarnya.
Tingginya belanja pegawai Pemprov NTB menurut Faozal disebabkan oleh banyak komponen. Tidak hanya karena adanya 9.415 PPPK Paruh Waktu yang kini masih menunggu SK dari BKN. Namun, ada beberapa komponen lain seperti gaji seluruh pejabat, tunjangan, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan lainnya. “Itu akan berkontribusi pada angka, pada persentase itu,” katanya.
Dia mengatakan, di tahun depan Pemprov NTB akan berupaya agar belanja pegawai bisa turun menjadi 30 persen. Dengan adanya beberapa pejabat Pemprov yang pindah ke kabupaten/kota, pensiun, dipastikan mampu menjawab target pusat tersebut. “Iya itu kita kejar ke situ. Kan 2027,” ucapnya.
Jasa Pelayanan Sebabkan Belanja Pegawai NTB Membengkak
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Dr.H.Nursalim sempat mengungkapkan alasan membengkaknya belanja daerah di NTB. Menurutnya, salah satu komponen penyumbang tingginya belanja pegawai karena menurutnya, jasa pelayanan (Jaspel) menjadi salah satu penyumbang tingginya belanja pegawai di daerah. Padahal, seharusnya jasa pelayanan tidak masuk ke anggaran belanja pegawai, melainkan belanja barang dan jasa.
Dari data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, total pegawai di lingkup Pemprov NTB mencakup PNS, PPPK, dan tenaga non ASN mencapai sekitar 30 ribu orang. Sementara di kabupaten/kota, jumlahnya jauh lebih besar, yakni 82 ribu pegawai, sehingga total se-NTB mencapai 112 ribu aparatur. Angka ini menyedot belanja daerah hingga miliaran rupiah setiap bulannya.
“Makanya informasinya, kalau tahun 2027 nanti belanja aparatur masih di atas 30 persen, kita bisa kena sanksi. Saya belum tahu bentuk sanksinya, tapi biasanya berkaitan dengan finansial,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno.
Guna menekan beban keuangan ini, Pemprov NTB kini sedang melakukan efisiensi dan rasionalisasi perangkat daerah. Langkah yang sudah dilakukan termasuk pemangkasan jabatan, penataan ulang struktur organisasi, hingga peninjauan fasilitas-fasilitas pejabat.
“Sudah berhasil ditekan sekitar Rp100 miliar. Masih ada selisih 100 miliar lagi yang harus ditekan untuk bisa kembali ke angka 30 persen, lanjutnya. Salah satu opsi efisiensi yang tengah dikaji adalah mengubah skema fasilitas transportasi dinas. Apakah mobil dinas masih harus dipertahankan, atau justru modelnya diubah,” katanya beberapa waktu lalu. (era)

