Oleh: Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si.
(Dekan FKIP UMMAT, Pakar Pendidikan NTB)
Istilah gali lubang tutup lubang tenar di tahun 80-an yang menggambarkan pinjam uang untuk bayar utang. Sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Analogi tersebut cocok digunakan terhadap kebijakan pemerintah dalam penempatan guru yang lulus PPPK saat ini. Guru-guru yang lulus PPPK kemudian ditempatkan di sekolah-sekolah negeri prioritas pemerintah. Alhasil, sekolah-sekolah swasta yang memiliki guru berkualitas dan lulus PPPK kehilangan tenaga pengajar. Sekolah swasta kondisinya semakin mencekam karena kehilangan banyak guru potensial. Memperbaiki masalah namun menciptakan masalah baru.
Tentunya kondisi ini sangat membahayakan bagi dunia pendidikan. Berniat memperbaiki masalah kebutuhan guru di sekolah negeri namun justru membuat masalah baru di sekolah swasta. Hal ini menunjukkan kebijakan tidak mengakar pada kebutuhan solusi dunia pendidikan. Jumlah sekolah swasta di Indonesia tidak sedikit bila dibandingkan dengan jumlah sekolah negeri dan bahkan dari segi kualitas dan luaran sekolah swasta sangat membanggakan. Oleh karena itu, sekolah swasta tidak boleh menjadi second opinion dalam memutuskan sebuah kebijakan pendidikan.
Jika kita bercermin pada proses kemajuan sistem pendidikan negara-negara maju seperti Finlandia maka kita bisa temukan landasan berpikir yang berharga dalam mengambil kebijakan. Dalam buku Timothy D. Walker, Teach Like Finland bahwa pada tahun 1974 pemerintah Finlandia melakukan revolusi pendidikan pada seluruh jenjang pendidikan. Saat itu muncul diskriminasi kebijakan sehingga melahirkan sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Hal tersebut terjadi dengan sendirinya karena adanya kecenderungan kebijakan hanya untuk menguatkan sekolah-sekolah tertentu seperti halnya sekolah negeri. Fenomena tersebut berdampak pada mentalitas murid dan guru di sekolah. Siswa dan guru merasa minder berada pada sekolah-sekolah yang bukan favorit. Pemerintah Finlandia kemudian melakukan evaluasi dan memperbaiki seluruh komponen pendidikan dengan berdasarkan landasan keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan.
Pengalaman sejarah di Finlandia saat itu juga terasa di Indonesia saat ini. Dampak ini secara psikologi dirasakan oleh guru-guru di sekolah swasta di Indonesia. Mereka minder, merasa tertinggal dan ditinggalkan, tidak bersemangat. Dampak ini sangat berbahaya bagi dunia pendidikan. Kebijakan pemerintah harus menguatkan sekolah-sekolah swasta karena generasi bangsa tidak hanya lahir dari sekolah-sekolah negeri. Alinea keempat UUD 1945 telah sangat jelas mengatur bahwa negara memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan generasi yang cerdas bisa terlahir dari sekolah mana saja, tidak ditentukan oleh oleh sekolah swasta atau negeri. Oleh karena itu kualitas guru perlu diperhatikan agar merata di sekolah negeri dan swasta.