Mataram (Suara NTB) – Berbagai intervensi dilakukan pemerintah tidak membuat harga beras turun. Harga beras masih mahal. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas terhadap lonjakan barang pokok lainnya.
Suara NTB, mengecek harga beras di Pasar Kebon Roek dan Pasar Induk Mandalika pada pekan kemarin. Harga beras premium yang dijual ecer mencapai Rp16 ribu-Rp17 ribu per kilogram. Sementara, ukuran 25 kilogram dijual Rp350 ribu – Rp365 ribu. Beras yang dijual jenis inpari32 dan beras yang berasal dari Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.
Ridwan, pedagang beras di Pasar Kebon Roek mengaku harga beras diprediksi akan terus mengalami kenaikan sampai menjelang bulan Ramadhan. Pemicunya adalah stok di petani belum panen sementara kebutuhan mengalami peningkatan signifikan.
Ridwan membawa dua jenis beras premium yakni beras Tanjung dan Inpari32. Untuk jenis inpari 32 dijual Rp350 ribu untuk kemasan 25 kilogram. Sedangkan, beras Tanjung dijual Rp365 ribu dengan kemasan sama. “Kalau beras Tanjung agak mahal karena kualitasnya lebih bagus daripada inpari 32,” jelasnya.
Kenaikan harga beras mulai dua pekan lalu. Ridwan menuturkan, pedagang beras menjual secara ecer Rp16 ribu-Rp17 ribu per kilogram.
Sementara itu, Dewi justru mengeluhkan kenaikan barang pokok terutama beras. Beras premium yang sebelumnya Rp14.500 per kilogram melonjak menjadi Rp16 ribu-Rp17 ribu perkilogram. “Kalau beras sudah mahal pasti yang lain akan mengikuti,” ujarnya.
Ia mengaku, pemerintah telah menggelontorkan beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dengan harga relatif terjangkau. Akan tetapi kualitasnya tidak terlalu bagus untuk dikonsumsi. Ia perlu mencampur lagi dengan beras premium agar layak dimakan. “Kalau beras Bulog itu cocoknya dipakai buat lontong. Kalau pakai makan ndak cocok karena keras. Perlu dicampur dulu,” ucapnya.
Kepala Bidang Barang Pokok dan Penting pada Dinas Perdagangan Kota Mataram, Sri Wahyunida mengaku beras jenis premium harganya mencapai Rp15 ribu-Rp16 ribu per kilogram. Ada sebagian retail jaringan menjual beras jenis premium Rp69 ribu dengan kemasan 5 kilogram. Kendati demikian, beras premium tidak bisa dijadikan patokan karena menjadi pilihan dari konsumen. “Kalau beras medium ini jelas karena beras subsidi pemerintah,” terangnya.
Nida mengatakan, tingginya harga beras ini telah dikoordinasikan dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) Mataram. Salah satu pemicunya adalah petani belum seluruhnya panen. Pihaknya memastikan bahwa ketersediaan atau stok masih terpenuhi. “Saya turun ke Pasar Kebon Roek mengecek ketersediaan stok kita, masih aman,” ujarnya.
Pada akhir bulan Februari, pihaknya akan menggelar bazar dengan melibatkan distributor dan mitra lainnya mengantisipasi meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang bulan Ramadhan.
Sementara itu, Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang juga Wakil Walikota Mataram TGH. Mujiburrahman mengatakan, hasil turun pengecekan di lapangan bahwasanya tidak hanya berkaitan dengan momentum bulan Ramadhan melainkan tahun politik juga akan memicu terjadinya kenaikan harga yang memicu inflasi. Tim pengendali inflasi daerah yang terdiri dari organisasi perangkat daerah seperti, Dinas Perdagangan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, dan lain sebagainya perlu memaksimalkan langkah-langkah pencegahan dari sebelumnya. “Jadi harus ada langkah-langkah yang lebih maksimal dari sebelum-sebelumnya,” kata Mujib.
OPD teknis sambung Mujib, harus sering turun ke lapangan untuk memastikan ketersediaan stok bahan pokok, memantau harga serta mengoptimalkan kerjasama antar daerah. Artinya, apabila terjadi defisit kebutuhan pokok tertentu harus segera berkoordinasi dengan daerah penyuplai.
Wawali menginginkan perangkat daerah harus mengupayakan ketersediaan barang pokok terpenuhi saat moment pemilu maupun menjelang bulan Ramadhan. “Jadi harus diupayakan itu, maka TPID harus bekerja keras ini,” ujarnya. (cem)