Tanjung (Suara NTB)- KPU Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengatensi potensi kasus sakit Tim Adhoc saat bertugas pada hari pemungutan suara. Langkah awal yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan Pemda terkait kepesertaan BPJS Tim Adhoc serta memastikan petugas Pemilu dalam keadaan sehat.
Komisioner Bidang SDM KPU KLU, Rasdi Pion, kepada Suara NTB, Minggu 4 Februari 2024 mengungkapkan, pelaksanaan Pemilu ditargetkan berjalan lancar secara pelaksanaan. Untuk itu, dibutuhkan persiapan matang mulai dari pola pelaksanaan hingga pelibatan sumber daya manusia yang bertugas pada hari pelaksanaan.
“Alhamdulillah, kita di KPU KLU tidak ada angka kasus petugas Adhoc yang meninggal di lapangan saat bertugas. Kalau yang sakit, ada, tapi saya lupa jumlahnya,” ungkap Rasdi.
Dijelaskan, pada Pemilu serentak 2019 silam, kasus salah satu petugas KPPS yang meninggal dunia berlaku sebelum hari pelaksanaan. Artinya, ia meninggal sebelum mulai bertugas. Sedangkan kasus sakit saat bertugas dibenarkan tercatat, terutama sakit saat mengikuti proses rekapitulasi tingkat Kecamatan.
Menghindari hal serupa, Rasdi Pion menyatakan bahwa KPU secara terpusat sudah mengatensi persoalan ini. Di mana, KPU menyederhakan beberapa tahapan yang dulunya bisa mengukur waktu pelaksanaan. Misalnya, hadirnya Sirekap ditujukan untuk meringankan beban kerja Adhoc.
“Salinan C Hasil juga boleh digandakan di TPS, kalau dulu tidak boleh. Dulu semua Saksi Parpol harus menulis ulang dan itu membutuhkan waktu,” tambahnya.
Sedangkan secara rekrutmen, KPU kata Rasdi, mengatur batas usia minimal dan maksimal kepada Tim Adhoc saat rekrutmen. Usia minimal adalah Lulus SMA, sedangkan batas usia maksimal 55 tahun. Tujuannya untuk memastikan bahwa Tim Adhoc yang bekerja benar-benar sehat secara jasmani dan rohani.
Mengukur tingkat kesehatan calon peserta Adhoc, KPU sudah mensyaratkan kepada calon Adhoc untuk menyertakan bukti hasil pemeriksaan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan. Pada tahap ini, KPU memprioritaskan hasil tes kesehatan dimana calon Adhoc tidak melebihi ambang batas kadar gula darah dan kolesterol.
“Untuk checkup pada H- pemilihan tidak dilajukan, tapi saat daftar diwajibkan menyertakan bukti tes,” tambahnya.
Seluruh Tim Adhoc dari PPK, PPS, dan KPPS, jelas Rasdi Pion, akan dipastikan mengantongi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pada tahap ini, seluruh biaya kepesertaan di BPJS dibebankan kepada daerah, mengingat KPU daerah hanya bersifat mengkoordinasi dengan Pemda dan BPJS terkait.
“Syukurnya di KLU, angka UHC BPJS Kesehatan sangat tinggi, mencapai 95 persen. Kita sudah cek, dari semua Adhoc, 95 persen sudah aktif dan sisa 5 persen belum aktif. Nah, ini yang kita koordinasikan lagi dengan Pemda,” paparnya.
Demikian halnya dengan BPJS Tenaga Kerja, KPU juga berkoordinasi dengan instansi terkait baik di Pemda maupun lembaga yang menangani. Sama dengan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan Adhoc juga tidak dibiayai oleh KPU di daerah, melainkan oleh Pemda.
“Awalnya sempat ada pertanyaan, untuk BPJS apakah boleh dipotong dari honor KPPS. Kami di KPU tidak berani melakukan itu (pemotongan), karena tidak ada arahan dari KPU Pusat. Dan sesuai Edaran Pusat, KPU daerah hanya bersifat koordinasi memastikan semua Adhoc sudah dijamin,” tandasnya. (ari)