Mataram (Suara NTB) – Kantor Bahasa Provinsi NTB menghadiri kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) bertajuk Focus Group Discussion (FGD) Stasiun Geofisika kelas III Mataram dengan tema “Desiminasi Informasi Stasiun Geofisika Kelas III Mataram Cepat, Tepat, Akurat, Luas dan Mudah Dipahami” di Stasiun Geofisika Kelas III Mataram, pada Jumat 22 Maret 2024 lalu. Kehadiran Kepala Kantor Bahasa ini dilakukan atas permintaan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kelas III untuk melakukan evaluasi kinerja BMKG Provinsi NTB.
Kepala Kantor Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas, SS, M.Hum., hadir langsung. Tidak hanya perwakilan Kantor Bahasa, perwakilan BPBD Provinsi NTB, BPBD Kota Mataram, Kepala Puskesmas Ampenan, serta tim media juga turut diundang untuk mengikuti DKT kali ini.
Sebagai perwakilan Kantor Bahasa, Puji Retno menguraikan beberapa hal yang dirasa perlu dilakukan Stasiun Geofisika agar dapat informasi lebih mudah diterima masyarakat. “Saya kira kalau soal teknis, perwakilan BPBD lebih paham dan sudah dibahas secara tuntas tadi. Namun, Stasiun Geofisika sepertinya perlu memerhatikan teknisnya mengkomunikasikan informasi yang lebih menyeluruh dan eksklusif. Misalnya, dengan membuat informasi tidak hanya dalam satu bahasa,” Puji Retno menyampaikan.
Ia kemudian menyarankan untuk juga menyampaikan informasi dengan menggunakan bahasa daerah. Tentu saja, hal ini berkaitan dengan keterbatasan penyebaran informasi pada masyarakat yang belum mengenal atau menggunakan bahasa Indonesia secara fasih. “Ini juga terkait partisipasi kita dalam memajukan bahasa daerah serta lebih mencintai tanah air kita,” imbuhnya.
Selain penggunaan bahasa daerah, Puji Retno juga menyarankan untuk membuat informasi dalam bentuk yang lebih ramah anak, misalnya dengan membuat informasi berbentuk cerita anak. Dengan demikian, mitigasi risiko bencana alam telah dikenal masyarakat sejak dini. Hal ini dapat mencegah adanya korban jiwa dan dampak trauma yang mungkin dialami oleh anak-anak.
Puji Retno juga memohon agar Kantor Bahasa NTB diberi sosialisasi yang lebih jauh terkait mitigasi risiko bencana gempa bumi, tsunami, petir, dan hal-hal lain terkait cuaca dan iklim. Ia berharap, Kantor Bahasa punya pengamanan yang lebih siap dengan dilengkapi fasilitas alarm gempa melalui televisi. “Agar tidak terjadi lagi salah langkah yang diambil pegawai kami saat bencana datang,” tandasnya di akhir DKT.
Kepala Stasiun Geofisika Mataram, Ardhianto Septiadhi, S.Si., menyampaikan bahwa kehadiran pemangku kepentingan semata-mata untuk memberi masukan akan kinerja BMKG, khususnya dalam hal penyebaran informasi. “Bagi kami, tentu saja informasi yang kami sajikan telah kami anggap cepat, tepat, akurat, luas, dan mudah dipahami. Namun, kami tentu ingin mendengar hal-hal ini dari pengguna layanan kami. Apabila kami dirasa belum tanggap, kami mohon masukannya,” pungkas Ardianto sebelum DKT dimulai.
DKT diawali dengan pemaparan materi terkait tugas dan fungsi serta hasil kinerja Stasiun Geofisika NTB selama satu tahun terakhir. Ardianto menyampaikan bahwa informasi aktivitas kegempaan, sambaran petir, peringatan dini tsunami, serta terbitnya matahari telah disampaikan secara berkala dalam media sosial serta laman. Ia juga menyampaikan beberapa inovasi yang digagas untuk membuat informasi tersebar dengan lebih cepat, yakni dengan menggaet rekan-rekan media dan menggunakan aplikasi Info BMKG. Atas paparannya, Ardianto meminta masing-masing perwakilan pengguna layanan yang terundang untuk menyampaikan masukan dan kritik untuk perbaikan ketersebaran informasi.
Kegiatan DKT ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan ditindaklanjuti oleh Stasiun Geofisika dalam penerapan kerja. Adapun rangkuman rekomendasi dari seluruh pemangku kepentingan berupa perlunya BMKG menjadi penyebar informasi utama dengan penambahan inovasi mewujudkan informasi dalam kinerjanya. Inovasi tersebut dapat berupa pembuatan informasi yang lebih menyenangkan, seperti buku cerita anak; informasi yang disebarkan secara luas, yakni dengan penambahan alternatif bahasa; sosialisasi yang lebih masif, yakni menyentuh kawasan pedesaan dan tidak terjangkau jaringan internet ataupun seluler. (ron)