spot_img
Jumat, Desember 13, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANMasih Ada SMA di NTB Belum Terapkan Kurikulum Merdeka

Masih Ada SMA di NTB Belum Terapkan Kurikulum Merdeka


Mataram (Suara NTB)- Kurikulum Merdeka resmi menjadi kurikulum nasional. Meski demikian, masih ada SMA di NTB yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka hingga tahun 2024 ini.

Kurikulum Merdeka resmi menjadi kurikulum nasional melalui penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Regulasi ini menjadi payung hukum bagi implementasi Kurikulum Merdeka.


Sub Koordinator Kurikulum Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Purni Susanto pada Selasa 2 April 2024 mengatakan, masih ada sekolah yang merasa belum siap berubah dengan menerapkan Kurikulum Merdeka, terutama sekolah-sekolah swasta. Sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka tersebut mengaku belum bisa menerapkan kurikulum baru.


“Kendala biasanya ada pada mental block. Untuk menghadapi yang baru dan belum pernah ada sebelumnya biasanya banyak pikiran yang menghantui. Apalagi bila sesuatu yang sudah lama dan rutin itu dinikmati, rasanya akan berat untuk melepasnya,” ungkap Purni.
Semua sekolah jenjang SMA negeri dan swasta diharapkan menerapkan kurikulum merdeka mulai tahun ajaran selanjutnya..Bagi sekolah yang belum siap masih dapat ditoleransi sampai tahun berikutnya.


Menurut Purni, beberapa hal positif dari Kurikulum Merdeka ini karena mengikuti realita kekinian. “Kurikulum Merdeka tentu up to date dengan realita kekinian. Terlepas dari kritik bnyak pihak, kurikulum ini memberikan ruang kebebasan bagi guru, siswa, dan sekolah untuk mengatur manajemen belajar sesuai kemampuan sendiri,” jelas Purni.


Sebelum Permendikbudristek ini terbit, Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar pendidik dan satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum Merdeka dikembangkan sejak 2020, kemudian diterapkan dan dievaluasi secara bertahap sejak 2021. Saat ini sudah lebih dari 300 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia yang mulai menerapkan Kurikulum Merdeka.


“Semoga Permendikbudristek ini memberi kepastian arah kebijakan tentang kurikulum dan pembelajaran bagi seluruh masyarakat, khususnya para pendidik, kepala satuan pendidikan, dan dinas pendidikan”, tutur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, di Jakarta, Rabu (27/3) melalui siaran pers yang diterima Suara NTB.


Kebijakan kurikulum dan pembelajaran dalam Permendikbudristek 12/2024 adalah bagian dari upaya yang lebih menyeluruh untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara berkeadilan. Kebijakan ini melengkapi dan mendukung berbagai program dan kebijakan Merdeka Belajar lain seperti penyediaan materi ajar dan pengembangan diri melalui Platform Merdeka Mengajar; penyediaan umpan balik tentang kualitas pembelajaran melalui Asesmen Nasional dan Rapor Pendidikan; serta evaluasi terhadap layanan pendidikan melalui akreditasi sekolah dan SPM pendidikan.


Perubahan kurikulum diperlukan untuk memudahkan dan mendorong guru melakukan pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan belajar murid. “Dengan konten wajib yang berkurang, Kurikulum Merdeka tidak membebani guru dengan kewajiban menyelesaikan materi. Sebaliknya, Kurikulum Merdeka memberi lebih banyak waktu bagi guru untuk memperhatikan proses belajar murid, menerapkan asesmen formatif, melakukan penyesuaian materi dan kecepatan mengajar, serta menggunakan metode pembelajaran yang lebih mendalam,” ujar Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo.


Struktur Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel juga memungkinkan sekolah untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang cocok dengan karakteristik sekolah dan lingkungan setempat. “Dengan struktur yang fleksibel, Kurikulum Merdeka bisa diterjemahkan oleh sekolah yang minim fasilitas di daerah terpencil menjadi kurikulum yang betul-betul sesuai dengan kondisinya. Tidak ada lagi penyeragaman kurikulum satuan pendidikan yang diwajibkan dari pusat. Penyesuaian lokal ini sangat penting untuk mengurangi kesenjangan,” kata Anindito. (ron)



IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO