spot_img
Jumat, November 22, 2024
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATTPS Berkurang 50 Persen---kecilPilkada Lobar Rawan Konflik

TPS Berkurang 50 Persen—kecilPilkada Lobar Rawan Konflik

Giri Menang (Suara NTB)- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Barat (Lobar) mengakui Pilkada rawan potensi konflik. Terutama pada saat pungut hitung. Karena itu, KPU pun benar-benar serius melakukan langkah antisipasi mulai dari tahapan seleksi terbuka petugas Adhoc PPK, agar petugas penyelenggara yang dihasilkan berintegritas.
Ketua KPU Lobar, Lalu Rudi Iskandar mengatakan, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Pilkada berkurang dibanding pada saat Pemilihan Pemilu (Pemilu). Dari sebelumnya, 2.207 TPS menjadi 1.100 TPS. Artinya terdapat pengurangan 50 persen TPS daripada saat pelaksanaan Pemilu. Alasan pengurangan TPS ini disebabkan hanya dua jenis pemilihan, yakni pilgub dan pilbup.

Ia mengatakan pihaknya melakukan merger atau penggabungan dua TPS menjadi satu TPS. “Sehingga yang tadinya berjumlah 2.200 sekian menjadi 1.100 skekian,” kata Rudi, kemarin. Pengurangan jumlah TPS ini disebabkan selain hanya diselenggarakan dua Pemilihan (pilbup dan Pilgub), diatur juga di dalam UU nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dijelaskannya, konsekuensi pengurangan TPS ini maka jumlah TPS semakin berkurang. Ditambah lagi, jumlah kontestan tak sebanyak waktu Pemilu lalu. Katakanlah kalau misalnya jumlah kontestan 4 atau 5 pasangan, maka ia berkeyakinan masing-masing Paslon punya saksi tiap TPS. Karena dekatnya antara calon dengan pendukung dan pemilih, maka ia perkirakan banyak yang mau jadi saksi tanpa dibayar. Berbeda dengan pemilu lalu.

Di mana Saksi yang berasal dari parpol, justru pada praktiknya saat pungut hitung saksi dikapling oleh caleg tertentu, sehingga C salinan yang diperoleh di KPPS tidak disampaikan ke Partai. Hal ini yang berpolemik di internal Parpol waktu Pileg lalu. Sementara di Pilkada nanti hal ini sulit bisa dilakukan. Sebab C salinan pasti akan diterima oleh masing-masing Paslon. Bahkan, mereka pasti merekap sebelum direkap petugas penyelenggara melakukan rekap. Sehingga Paslon sudah tahu perolehan suara Paslon.

Jika pada situasi ini masih ada penyelenggara tidak serius atau main-main dalam proses pemungutan nantinya, artinya hasil C1 diutak-atik (diubah) maka pasti terjadi konflik. “Kalau teman-teman (penyelenggara) tidak serius (main-main), maka akan konflik ini, gesekan di tengah masyarakat. Kan ini yang berbahaya,” tegasnya. Dampaknya bukan di KPU, sebab KPU hanya melakukan rekap hasil perolehan dari kecamatan-kecamatan. Sehingga pihaknya tidak beban. Namun yang berdampak besar melainkan bagi daerah. Karena mengetahui potensi konflik ini maka pihaknya tak mungkin membiarkan.

Ia pun mewanti-wanti penyelenggara agar tidak menganggap sama antara Pileg dengan Pilakada ini. Menurutnya Pilkada memang kemasannya sederhana, namun tangung jawabnya lebih besar. “Justru karena kemasannya sederhana maka potensi konfliknya tinggi,” tegasnya. Sehingga ia pun melakukan antisipasi dari awal, mulai dari sisi sendiri dan rekrutmen terbuka PPK. Untuk diketahui, tahapan Pilkada pada tanggal 24 April-31 Mei 2024 yakni penyerahan daftar penduduk potensial pemilih. Tanggal 5 Mei -19 Agustus 2024, pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan.

Selanjutnya, tanggal 31 Mei-23 September 2024 pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Tanggal 24-26 Agustus 2024, pengumuman pendaftaran pasangan calon. 27-29 Agustus 2024, tahapan pendaftaran pasangan calon, 27 Agustus-21 September 2024 dilanjut tahapan penelitian persyaratan calon.
Tanggal 22 September 2024, penetapan pasangan calon. 25 September-23 November 2024, tahapan pelaksanaan kampanye. 27 November 2024 pelaksanaan pemungutan suara, 27 November -16 Desember 2024, tahapan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. (her)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO