Mataram (Suara NTB) – Pameran harta peninggalan Kerajaan Cakranegara yang dikembalikan Pemerintah Kerajaan Belanda ke Pemerintah Indonesia masih belum mendapatkan lampu hijau dari Museum dan Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Upaya dengan bersurat dan bertemu langsung dengan pihak Museum dan Cagar Budaya sudah dilakukan, namun sampai sekarang belum juga diizinkan.
Kepala Museum Negeri NTB Ahmad Nuralam, S.H., M.H., mengungkapkan, pihaknya masih terus berusaha melakukan lobi ke Museum dan Cagar Budaya agar bisa memamerkan sebagian dari koleksi peninggalan Kerajaan Cakranegara dipamerkan di NTB.
‘’Itu sudah menjadi barang milik negara dan itu sudah masuk register dari museum. Jadi kita menunggu saja. Bapak Gubernur sudah bersurat memohon kesediaannya dipamerkan di NTB. Secara lisan juga sudah ditanggapi. Tinggal kita menunggu,’’ ujarnya pada Suara NTB, Kamis 25 APRIL2024 Pihaknya berharap tahun 2024, Museum dan Cagar Budaya bisa mengizinkan kepada Pemprov NTB untuk memamerkannya di NTB. Bahkan, beberapa waktu lalu, dirinya sudah bertemu dengan pihak Museum dan Cagar Budaya membicarakan mengenai rencana memamerkan di NTB. ‘’Informasi dari sana (Museum dan Cagar Budaya, red) masih dibicarakan,’’ ujarnya.
Diakuinya, jika melihat nilai dari benda bersejarah yang dikembalikan Pemerintah Belanda ke Pemerintah Indonesia ini, cukup tinggi, sehingga pihak Museum dan Cagar Budaya memiliki banyak pertimbangan jika membawa ke daerah.
‘’Ada faktor asuransi, ada faktor tempat penyelenggaraan, keamanan dan segala macam. Jadi pertimbangan-pertimbangan teknis itu menjadi pertimbangan pemerintah pusat. Namun, kita berharap masyarakat bisa melihat,’’ tambahnya.
Disinggung mengenai rencana pameran dalam bentuk replika atau foto di daerah, Ahmad Nuralam mendukung sepenuhnya, sehingga masyarakat bisa melihat seperti apa peninggalan nenek moyang di masa lampau. ‘’Ada yang menarik sebenarnya di sana. Ada koleksi berupa sandal anak-anak yang ikut dipamerkan dan diambil oleh pasukan Belanda ketika melakukan penaklukan ke Puri Kerajaan Cakranegara. Nah kisah-kisah itu bisa menjadi bahan analisa, sandal siapa itu? Bagaimana anak itu bisa berada dalam peperangan dan jangan-jangan menjadi korban saat perang, kondisi anak saat peperangan. Bagaimana Belanda bisa membawa? Bagaimana generasi turunannya atau meninggal? Hal-hal seperti ini bisa dianalisis,’’ terangnya.
Sebelumnya, Pemerintah Belanda telah menyerahkan artefak atau benda-benda bersejarah kepada Indonesia setelah dilakukan penandatangan di Museum Volkenkunde Leiden, tanggal 10 Juli 2023. Sebanyak 472 artefak asal Indonesia akan dikembalikan ke Tanah Air, termasuk di dalamnya 335 artefak yang diidentifikasi sebagai The Lombok Treasure atau “Harta Karun Lombok” hasil rampasan perang tahun 1894.
Pengembalian ini menjadi pengembalian kedua setelah sebagian artefak dipulangkan pada tahun 1977 silam. Dalam periode tersebut salah satu koleksi penting yang dipulangkan adalah salinan Nagarakretagama pada 1973. Naskah itu menjadi buah tangan Ratu Juliana saat berkunjung ke Indonesia. Lontar ini kemudian menjadi penting karena menjadi dasar pengetahuan masyarakat Indonesia tentang struktur Majapahit dan wilayah lainnya di Nusantara.
Menurut peneliti perang Lombok Van der Kraan, setelah perang berakhir dengan kemenangan Belanda tahun 1894. Belanda membawa rampasan perang berupa 7,1 ton uang, perhiasan dan benda lain berbahan perak. Kemudian 270 kilogram barang dan uang emas serta tiga peti perhiasan dan batu mulia. Semuanya diangkut pada 19-20 November 1894. (ham)