Mataram (Suara NTB) – Para pengusaha properti di Provinsi NTB menyampaikan selamat atas penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming pada kontestasi pemilu 2024. Dengan latar belakang kedua calon penerus pemimpin negeri ini sebagai pengusaha, diharapkan kebijakan-kebijakan yang akan dibuat tidak menyulitkan dunia usaha.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Provinsi NTB, H. Heri Susanto mengatakan, harapan pengusaha sama. Baik kepada pemimpin dalam konteks nasional, begitu juga pemimpin di daerah. Setidaknya pada dua hal utama yang diharapkan. Pertama kebijakan yang tidak abu-abu. Kedua, jaminan kondusifitas dan keamanan.
Soal kebijakan yang abu-abu, lanjut Heri Susanto, dari persepektif pengembang/developer, pemerintah harus memastikan secara hitam dan putih, mana lokasi-lokasi yang boleh dilakukan pembangunan perumahan/properti, dan mana saja lahan yang tidak dibolehkan untuk itu.
“Selama ini kan abu-abu, tidak ada rencana detail tata ruang, mana lahan pertanian abadi, mana lahan untuk pembangunan kawasan perumahan. Sehingga kadang kadang saat membangun, muncul persoalan,” urainya.
Yang kedua, soal keamanan dan kondusifitas daerah. Harus ada kepastian bagi keamanan dan kenyamanan berinvestasi. Salah satu contoh kasus terbaru di Mambalan, Kabupaten Lombok Barat. Pengembang sudah mengantongi izin-izin, namun dalam pelaksanaannya terjadi demo penolakan. “Bagaimana bisa seperti itu, sudah ada izin, malah ditolak saat dilaksanakan pembangunan. Ini kan merusak tatanan. Itulah yang harus dipastikan keamanan dan kondusifitas investasi,” ujarnya.
Heri Susanto kemudian menyebut di sektor property, program Jokowi yang paling populer adalah rumah subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Program rumah subsidi ini sudah berjalan beberapa tahun. Tanpa terkecuali di Provinsi NTB. Program ini tetap dibutukan oleh MBR. Apalagi program ini berkaitan langsung dengan papan, salah satu hajat hidup.
“Ada harapan program Jokowi bisa dilanjutkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih untuk rumah subsidi. Karena program ini tetap dibutuhkan di masyarakat,” tambahnya. Kendati demikian, pemerintah juga diharapkan mempertajam aturan tentang siapa yang berhak mendapatkan rumah subsidi ini. Heri Susanto mengibaratkannya sebagai kambing dan domba.
Kambing makanannya dedaunan, domba makanannya rumput. Sementara masyarakat menganggap kambing dan domba sama. Disebutnya kambing. Begitu juga dengan rumah subsidi, pemerintah menyebut sasarannya MBR, artinya semua yang masuk kategori penghasilan rendah.
“Tapi ada MBR yang tidak bankable (tidak layak dari sisi perbankan), ada yang bankable. Disatu sisi, angka backlog (kebutuhan rumah) sangat tinggi. Dan itu beban moral pemerintah. Disatu sisi, banyak MBR yang tidak bankable tidak diberikan solusi. Umpamanya backlog 1 juta rumah. Pengembang bangun 1 juta rumah, ternyata yang layak dibiayai bank Cuma 300.000 orang, 700.000 orang gak bisa, ya percuma. Itu yang kita harapkan supaya dibuat aturan yang jelas tentang MBR ini,” demikian Heri Susanto. (bul)