spot_img
Jumat, November 22, 2024
spot_img
BerandaEKONOMIKSPSI NTB akan Bawa Tiga Tuntutan di Hari Buruh

KSPSI NTB akan Bawa Tiga Tuntutan di Hari Buruh

Mataram (Suara NTB) – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi NTB akan mendatangi kantor Gubernur NTB, dan kantor DPRD NTB untuk menyampaikan tiga poin penting tuntutan saat peringatan hari buruh se dunia (may day) pada 1 Mei 2024.

Ketua KSPSI Provinsi NTB, Yustinus Habur di Mataram, Senin 29 April 2024 mengatakan, peringatan hari buruh tahun ini ingin dimanfaatkan untuk menyampaikan tuntutan. Pertama, pemerintah diminta mencabut undang-undang cipta kerja (omnibus law). Menurut dia, undang-undang omnibus law sangat merugikan pekerja dan hanya menguntungkan perusahaan. Poin yang menjadi perhatian adalah soal pesangon.

“Kalau aturan sebelumnya, pesangon diberikan senilai dikali 18 bulan gaji. Kalau dengan undang-undang omnibus law, pesangon hanya sembilan bulan. Setengahnya dikurangi,” katanya. Selain itu, sistem kontrak bagi karyawan juga diatur terlalu terlalu panjang waktunya. Bisa sampai 5 tahun. Dalam aturan sebelumnya, kontrak pekerja bisa dilakukan sejak 1 tahun magang/bekerja, dan maksimal 3 tahun.

“Sekarang bisa sampai 5 tahun, dan dapat diperpanjang. Kalau aturan lama yang maksimal 3 tahun kontrak saja, diaturnya bisa seumur hidup tidak dikontrak. Diperpanjang terus setiap tahun. Aturan ini juga kita harapkan dicabut,” ujarnya. Kemudian, KSPSI juga akan menyampaikan kepada pemerintah untuk mengatur kembali ketentuan kesejahteraan ojek online (ojol). Mereka bekerja tanpa mendapat perlindungan jaminan sosial tenaga kerja (BPJS Ketenagakerjaan).

Pekerja ojol di jalan raya sangat riskan terhadap risiko, kecelakaan kerja, hingga kematian. Sementara mereka tidak mendapatkan perlindungan sosial. “Kalau terjadi kecelakaan di jalan, dan tidak dilindungi BPJS Ketenagakerjaan. Bagaimana nasib ekonomi dan ahli warisnya kalau terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian,” ujarnya.

Sistem pengupahannya juga sangat tidak adil. Ojol hanya mendapatkan sedikit dari hasilnya. Sementara, pemilik aplikasi yang tanpa bekerjapun tetap mendapatkan pemasukannya. “Ojol ini kan tidak punya kesejahteraan. Harga upahnya justru lebih rendah dari pendapatannya kalau dia menjadi ojek lepas. Tapi sistem mengatur mereka. Kita tuntut ini menjadi perhatian pemerintah,” demikian Yustinus. (bul)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO