Mataram (Suara NTB) – Peternak unggas petelur yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Unggas Rakyat NTB (Petarung) mengharapkan Bulog menjadi mitra strategis yang menyediakan bahan baku pakan berupa jagung. Setelah pemerintah menetapkan kenaikan Harga Acuan Pembelian (HAP).
HAP di tingkat petani ditetapkan oleh Kepala Bapanas RI, Arief Prasetyo Adi pada tanggal 25 April 2024 di mana jagung pipilan kering tingkat produsen dengan kadar air 15 %, dari Rp4200/Kg naik menjadi Rp5.000/Kg. Kadar air 20 %, dari Rp3.970/Kg naik menjadi Rp4.725/Kg. Kadar air 25 % dari harga Rp3.750/Kg, naik menjadi Rp4.450/Kg. Kadar air 30% dari Rp3.540/Kg, naik menjadi Rp4.200/Kg. sementara jagung pipilan kering ditingkat konsumen/peternak dengan kadar air 15%, dari sebelumnya Rp5.000/Kg, naik menjadi Rp5.800/Kg.
Kenaikan harga pembelian jagung ini menurut Ketua Petarung NTB, Ervin Tanaka bisa mengganggu kondusifitas usaha para peternak unggas petelur, khususnya di Provinsi NTB. Menurutnya, saat panen raya jagung seperti sekarang ini, peternak unggas mendapatkan kelonggaran harga jagung. Karena sebelumnya, harganya sudah naik cukup tinggi hingga hampir mencapai Rp10 ribu/Kg.
“Seharusnya sekarang ini masa recovery peternak unggas. Karena sebelumnya harga jagung sangat tinggi. Banyak peternak yang merasakan dampaknya. Karena harga jagung sangat tinggi, malah harga telur dijual dibawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah),” katanya. Ervin menambahkan, selama ini, jagung yang dibeli peternak dipasok oleh pengepul. Sehingga , harga yang diterima peternak untuk pakan unggas juga sudah tinggi, hingga mencapai Rp4.900/Kg. sementara diketahui, harga jagung ditingkat petani jika melihat kondisi lapangannya lebih rendah.
Kerena itu, pera peternak unggas sangat berharap kepada Perum Bulog menjadi pemasok jagung. Karena diyakini, kualitas dan kuantitas jagung yang disediakan terjamin. “Kalau Bulog standar pembeliannya sudah ada, dengan ketentuan kadar airnya. Kita berharap sekali, Bulog yang memasok bahan baku jagung,” ujarnya.
Secara kebutuhan, per tiga bulan, anggota petarung di NTB membutuhkan sebanyak 2.300 ton. Atau sekitar hampir 10 ribu ton setahun. “Kita berharap harus Bulog saja, karena kita sudah bisa pastikan kualitas dan harganya. Tidak mungkin ngambil keuntungannya seperti pengepul,” demikian Ervin. (bul)