Mataram (Suara NTB) – Jumlah angka pengangguran di NTB masih menjadi tugas bersama yang harus dituntaskan. Apalagi setiap tahun, lulusan Perguruan Tinggi (PT) cukup besar, sehingga membutuhkan inovasi dan kreativitas dalam menciptkan lapangan kerja baru. Di satu sisi, data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB hingga Februari 2024 mencapai ratusan ribu orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan yang sama adalah 3,30 persen, mengalami penurunan sebesar 0,42 persen dibandingkan dengan Februari 2023.
Sementara data di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, jumlah angkatan kerja baru meningkat 150 ribu hingga 200 ribu orang dalam setahun. Namun, lapangan kerja tidak tumbuh seiring dengan peningkatan angkatan kerja baru. Tidak heran kemudian, banyak lulusan PT yang disiplin ilmunya berbeda, terpaksa harus bekerja di perusahaan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmunya.
Terkait hal ini, Kepala Disnakertrans Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., menegaskan pentingnya keselarasan antara kompetensi lulusan perguruan tinggi dan pendidikan vokasional dengan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penambahan angka pengangguran di NTB.
Dalam hal ini, tegasnya, implementasi Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 Tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan menjadi penting, karena mengharuskan seluruh perusahaan dan badan usaha menyampaikan kesempatan kerja beserta kompetensi yang dibutuhkan. ‘’Lembaga pendidikan vokasional dapat menyesuaikan kurikulum mereka agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan dampaknya angkatan kerja baru dapat terserap baik di dalam maupun luar negeri,’’ ujarnya saat dikonfirmasi di DPRD NTB pekan kemarin.
Khusus bagi pekerja migran, ungkapnya, pihaknya telah mempersiapkan kompetensi yang dibutuhkan dan fokus pada sektor formal, sambil berupaya mengurangi sektor informal.
Diakuinya, meski sektor pertambangan memiliki peran besar di NTB, tidak semua angkatan kerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sektor ini. Untuk itu, penting menjalin keselarasan antara perguruan tinggi, pendidikan vokasional, Kamar Dagang, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Adanya keselarasan ini pendidikan kejuruan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri.
Selain itu, ungkapnya, dengan terbatasnya lapangan kerja di NTB, perlu dipertimbangkan lapangan kerja di tingkat regional, nasional, bahkan ke luar negeri sebagai pekerja migran yang memiliki keterampilan. Terkait hal ini, pihaknya menegaskan, yang harus dilirik sekarang ini selain lapangan kerja di regional dan nasional, juga lapangan kerja luar negeri. Karena tidak semua angkatan kerja punya keterampilan sesuai kebutuhan perusahaan di NTB.
Mantan Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi NTB menambahkan, sekarang ini banyak peluang pekerjaan di luar negeri, terutama dalam sektor formal, seperti tenaga kesehatan atau perawat. Bahkan, salah satu perguruan tinggi kesehatan di Kota Mataram, STIKES Yarsi, telah memasukkan pelajaran Bahasa Jepang ke dalam kurikulumnya sejak dua tahun lalu. Nantinya, setelah lulus, mereka dapat direkrut untuk bekerja di Jepang.
‘’Kami akan meningkatkan kerja sama semacam ini untuk memanfaatkan peluang pekerjaan yang melimpah di luar negeri,” janjinya.
Tidak hanya itu, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Universitas Mataram menggelar bursa kerja atau job fair yang melibatkan puluhan perusahaan. Melalui kegiatan job fair tersebut, dapat diukur seberapa banyak lulusan yang berhasil terserap ke dalam dunia kerja. Hal ini menjadi umpan balik bagi perguruan tinggi dalam menyesuaikan kurikulumnya agar lulusan perguruan tinggi ini dapat lebih mudah diserap di pasar kerja. (ham)