Giri Menang (Suara NTB) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lombok Barat (Lobar) berupaya meningkatkan kapasitas SDM Panwascam menghadapi tahapan Pilkada. Upaya untuk meminimalisir terjadinya sengketa pada pelaksanaan Pilkada nantinya dan memantapkan langkah dan memperkuat pemahaman Panwascam se Lobar.
Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Lobar, Hesty Rahayu mengatakan sosialisasi penyelesaian sengketa antar peserta pemilu kepada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) diikuti Panwascam 10 kecamatan. Ada 30 peserta dan 14 diantaranya baru. Hesty menjelaskan, sosialisasi ini sebagai ruang untuk menyamakan persepsi pola penanganan terkait penyelesaian permasalahan sengketa. “Juga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam komunikasi melakukan proses mediasi bersama para pihak yang bersengketa guna menyelesaikan permasalahan dengan waktu yang terbatas,”jelasnya.
Menurutnya, tidak hanya sengketa antar peserta, tetapi kapasitas dan kapabilitas untuk mengawal tahapan Pilkada 2024 ini. “Karena kalau di Pilkada ini kita dituntut penyelesaian cepat. Hari itu juga harus selesai,” jelasnya. Bawaslu mengklaim untuk Pemilu lalu, tidak ada sengketa antar penyelenggara maupun peserta kontestasi. Namun, itu bukan berarti menjadi bonus bagi Lobar karena tidak adanya sengketa.
Karena di sisi lain pun, yang menjadi atensi Bawaslu adalah alat kerja Panwascam. Seperti yang dilihat pada Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kemarin, yakni pengamanan dan pengawasan menjadi sumber masalah sengketa. “Kita memang agak lemah di teknis yang bersifat administratif. Terutama bagaimana menginput, dan collect data-data di lapangan. Administrasi menjadi poin saya saat ini,” terangnya.
Penyelesaian sengketa antara Pemilu lalu dan Pilkada ini hampir tidak ada beda. Hanya saja, ‘benturan’ tantangan di Pilkada ini akan sangat terasa. Lantaran penyelenggara, pengawas, dan peserta akan bersentuhan secara langsung dalam lingkup yang lebih kecil. “Kalau kemarin kita fokus di banyak peserta pemilu. Kalau sekarang hanya tiga atau empat pasangan peserta saja,” ucapnya.
Menurutnya, semua tahapan pada Pilkada ini dianggap memiliki kerawanan dan risiko tersendiri. Namun setiap tahapan memiliki model penanganan tersendiri juga. Dengan imbauan, kalau dalam pengawasan lebih dulu adanya pencegahan, imbauan, dan saran penyelesaian sebelum penanganan. “Semua penanganan sama. Tetapi bagaimana harus siap hasil kerja, apa yang diawasi, alat kerja,” imbuhnya.
Terkait denga netralitas, itu menjadi hal yang diantisipasi dari awal. Mulai dari pemerintah desa, kecamatan, dan Pemda untuk menyerukan terkaot dengan politik praktis ini. “Memang yang kita tahu Pilkada ini berat kaitannya dengan keterlibatan ASN” tandasnya. (her)