Mataram (Suara NTB) – Bawaslu Provinsi NTB meminta jajarannya untuk mulai melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan pelanggaran jelang perhelatan Pilkada serentak NTB 2024. Pasalnya tingkat kerawan pelanggaran di Pilkada dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerawanan pada Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Provinsi NTB, Itratif dihadapkan jajaran komisioner Bawaslu 10 kabupaten/kota se NTB dalam Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran pemilu 2024, di Mataram pada Sabtu 8 juni 2024.
“Dinamika Pemilu dan Pilkada tentu berbeda, dan kita harus sadar bahwa kerawanan dalam Pemilihan (Pilkada) lebih tinggi dibanding Pemilu karena berbagai faktor,” ungkap Itratif.
Karena itu, Itratif meminta kepada jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota termasuk pengawas di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan harus tetap bersiap menghadapi berbagai tantangan dan kerawanan yang muncul saat tahapan Pilkada 2024 berlangsung.
Lebih lanjut disampaikan Itratif bahwa kerawanan di Pilkada jauh lebih tinggi karena adanya faktor kedaerahan dan identitas yang melekat pada setiap pasangan calon maupun preferensi pemilih pada Pilkada mendatang. Seperti faktor geografis, etnisitas, bahkan agama dapat mempengaruhi dinamika pemilihan di NTB.
“Faktor identitas bisa menuju pada fanatisme kedaerahan yang harus kita waspadai, karena nanti bisa ke arah politisasi SARA atau politik identitas, dan tugas kita semua adalah mencegah supaya isu SARA tidak berkembang di masyarakat saat Pilkada, agar tidak mengakibatkan disintegrasi,” serunya.
Tidak hanya politisasi SARA, Itratip juga mengingatkan jajarannya untuk melakukan pencegahan pelanggaran lainnya, seperti netralitas ASN dan Kepala Desa. Hal tersebut berdasarkan banyaknya laporan pelanggaran netralitas ASN dan kepala Desa yang diterima pada saat tahapan Pemilu 2024.
Diprediksikan politisasi ASN atau tenaga honorer pada Pilkada ini akan jauh lebih besar, karena nasib karir ASN tersebut akan sangat berpengaruh terhadap hasil Pilkada. Sehingga Bawaslu harus benar-benar memberikan atensi serius terhadap kerawanan keterlibatan ASN dalam pilkada mendatang.
“Biasanya, pelanggaran Pilkada dari sisi ASN bisa lebih besar ketimbang saat pemilu lalu. Ini termasuk tenaga honorer, tenaga kontrak juga rentan karena nasib mereka tergantung dari hasil pilkada. Tugas kita semua harus bagaimana aktif melakukan pengawasan dan antisipasi akan potensi kerawanan itu,” pungkasnya. (ndi)