SEIRING dengan masuknya musim kemarau, kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) cukup rentan terjadi di sejumlah wilayah di Provinsi NTB. Misalnya kasus kebakaran kawasan di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) tanggal 16 Juni 2024 yang menghanguskan 31 hektare lahan di kawasan Pelawangan Aik Berik. Kemudian kebakaran lahan di Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima tanggal 19 Juni kemarin yang menghanguskan kebun masyarakat seluas 10 hektare.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB H.Ahmadi mengatakan, untuk mencegah kasus kebakaran hutan dan lahan, pembukaan lahan pertanian agar jangan menggunakan sistem pembakaran lahan. Sebab hal itu rentan menyebabkan kebakaran di lahan yang lebih luas. “Perlu diwaspadai pembukaan lahan menggunakan api untuk kawasan-kawasan yang dekat dengan pertanian atau perladangan,” kata Ahmadi kepada Suara NTB,Jumat 21 juni 2024 kemarin. Kemudian hutan dan lahan yang di dalamnya terdapat destinasi wisata agar betul-betul diperhatikan terkait dengan aktivitas pengungjung yang menggunakan api.
Sebab masalah kecil seperti membuang puntung rokok bisa menyulut kebakaran dan merugikan banyak orang. “Jika wisatawan lupa mematikan api atau membuang pungtung rokok sembarangan itu bisa membuat kasus karhutla,” imbuhnya. Ahmadi mengatakan, kasus karhutla bisa disebabkan oleh aktivitas manusia dan oleh alam. Oleh karena itu, aktivitas manusia yang menggunakan api di lahan hutan dan perkebunan agar menjadi kewaspadaan bersama.”Nanti puncak-puncak musim kemarau di Bulan Agustus seperti kata BMKG ini besar kemungkinan juga kebakaran karena gesekan-gesekan pohon atau rumput. Atau bisa juga akibat aktivitas manusia di sana. Sedikit saja pemantik bisa menyebabkan kebakaran hebat,” katanya. Ia menyarankan kepada lembaga yang memiliki kewenangan seperti Balai TNGR agar tetap melakukan patroli terhadap orang yang keluar masuk di kawasan tersebut.(ris)