Tanjung (Suara NTB) – Warga Gili Meno, Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara (KLU), dominan menolak hadirnya perusahaan sebagai penyuplai air bersih. Warga lebih menginginkan hadirnya Pemda melalui PDAM dengan metode menyambung pipa bawah laut dari Gili Air.
Penolakan warga tersebut tertuang dalam Berita Acara Hasil Musyawarah untuk petisi terhadap rencana kerjasama Pemda dengan pihak ketiga di Gili Meno tanggal 16 Juni 2024 lalu. Pemdes Gili Meno berikut BPD Desa, serta aparat kewilayahan ikut hadir dan bertindak selaku pihak yang mengetahui dan menyetujui berita acara petisi (penolakan) tersebut. Dari 43 orang warga yang membubuhkan tanda tangan, hanya 2 orang yang setuju. Sedangkan 41 orang lainnya, tidak setuju terhadap pemenuhan air melalui kerjasama PDAM dan TCN.
Pada berita acara pula, tertuang 5 poin kesepakatan antar warga. Antara lain, menolak wacana pengeboran dan jaringan reservoar yang akan dibangun oleh TCN selaku pihak yang akan digandeng Pemda dan PDAM. Penolakan didasari akan adanya kerusakan lingkungan baik di darat maupun laut. Selain itu, warga menolak karena harga air yang ditawarkan melalui mekanisme KPBU tidak sesuai dengan kemampuan dan perekonomian masyarakat Gili Meno.
Sebaliknya, masyarakat akan menerima Perumda PDAM dengan instalasi jaringan bawah laut yang terhubung dari Gili Air. Serta poin terakhir, apabila perusahaan di paksakan masuk, maka Gili Meno yang termasuk kawasan TWP GILI Matra, dengan ini masyarakat meminta untuk keluar dari kawasan tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Dusun Gili Meno, Masrun, kepada wartawan, Selasa, 2 Juli 2024 membenarkan dominan warga menolak perusahaan. Untuk pemenuhan jangka pendek, pihaknya menyambut baik cara kerja Pemda dengan mensuplai air menggunakan Kapal Kayu.
Menurut dia, pendistribusian air dari Pemda akan sangat membantu warga yang kesulitan membeli air setiap saat. Pemberian bantuan selama 50 hari ke depan, ia nilai akan sangat membantu krisis jangka pendek yang dialami warga.
“Masyarakat intinya tetap menginginkan solusi Pemda menggunakan sistem pipa bawah laut. Untuk bekerjasama dengan perusahaan TCN, warga masih tetap menolaknya,” tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPRD KLU, Hakamah, meminta penolakan warga Meno harus dihormati sebagai sebuah aspirasi maupun hak asasi. Mereka berhak memilih karena statusnya kelak bertindak sebagai pelanggan yang merasakan dampak langsung dari rencana KPBU.
“Penolakan warga hal lumrah, dan itu harus dihormati. Warga berhak menentukan pilihan. Ibarat kata, ini sama dengan hak pilih memilih Bupati, siapapun tidak boleh mengintervensi,” tegasnya.
Sebagai solusi, Hakamah mengapresiasi langkah pemenuhan jangka pendek. Namun demikian, setelah 50 hari, Pemda diharapkan sudah mengantongi solusi, misalnya meminta bantuan Pusat melalui BWS dan Pemprov NTB agar pipa bawah laut ke Gili Meno dilanjutkan oleh PDAM.
“Penyertaan modal kita ke PDAM setiap tahun cukup besar. Kita menilai dengan pengelolaan keuangan yang tepat, manajemen air se-KLU bisa dilakukan dengan baik. Apalagi PDAM selama ini tidak pernah kita dengar merugi,” tandasnya. (ari)