Bima (Suara NTB) – Sampah selalu menjadi masalah dan momok dimana saja. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi sampah terus dilakukan baik oleh Pemprov NTB, Kab/kota maupun desa dan Komunitas. Dinas LHK NTB terus berupaya membangun kolaborasi dalam menangani sampah di NTB.
Kamis (11 Juli) bertempat di Aula Bappeda Kab. Bima dibahas inovasi mengatasi sampah organik melalui sirkular ekonomi bersama DLHK NTB dan Bappeda Kab. Bima. Hadir dalam rapat ini, Sekdis dan Kabid DLH Kab. Bima, para pejabat Bappeda Bima dan Pemdes Desa Rato Kec. Bolo Kab. Bima.
Dalam kesempatan ini Kadis LHK NTB, Julmansyah, S.Hut., MAP menawarkan gagasan Pengolahan Sampah organik melalui Pendekatan Sirkular Ekonomi. Menurut Julmansyah, komposisi sampah kita 62% adalah sampah rumah tangga dan sebagian besar sampah organik. Sehingga dibutuhkan pendekatan agar penanganan sampah organik ini sekaligus menjawab persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Julmansyah menjelaskan dengan pendekatan sirkular ekonomi. Dimana dalam satu unit terdiri dari Rumah Maggot, Bioflok untuk budidaya Lele atau ikan air tawar dan organic farming.
Sampah organik yang dihasilkan rumah tangga, pasar dan rumah makan dapat diolah dengan metode biokonversi (ulat maggot atau lalat BSF). Dimana ulat maggot nya dapat menjadi pakan ternak ikan/lele dalam Bioflok dan sisa maggotnya menjadi pupuk untuk pertanian organik. Selanjutnya lele/ilan serta sayur2an organik dipasarkan oleh masyarakat dan dikonsumsi serta kembali memghasilkan sampah organik kembali. Ini lah model sirkular ekonomi.
Cara ini lanjut Julmansyah, dapat menjadi strategi mengurangi Stunting di desa karena akses terhadap pangan protein hewani dan nabati Tersedia dengan mudah.
Kepala Bappeda Kab. Bima Taufik, ST., MT dalam kesempatan ini menyambut baik gagasan ini. Menurutnya ini cara baru dalam pengelolaan sampah dan tidak konvensional, ini cara yang tidak mainstream maka kita butuh inovasi seperti ini.
Taufik menjelaskan “proposal ini sudah sangat jelas dan detail termasuk item anggarannya”. Sehingga kepala Bappeda Kab. Bima ini berkomitmen untuk memulai dengan satu pilot project sehingga bisa menjadi model yang kedepan dapat direplikasikan. Julmansyah menyambut baik komitmen Kepala Bappeda ini, dan menyarankan dalam pemilihan lokus desa atau komunitas diutamakan desa/komunitas yang sudah ada inisiasi awalnya. Apakah dalam bentuk inisiasi rumah maggot, atau telah memulai upaya rumah bibit organic farming atau telah punya usaha budidaya ikan air tawar dengan bioflok.
Lokusnya kemudian disepakati sebagai pilot adalah Desa Rato Kec. Bolo Kab. Bima. Desa ini memiliki pasar tradisional yang setiap hari menghasilkan sampah organik. Disamping itu telah ada inisiasi rumah bibit sebagai cikal bakal organic farming, disamping beberapa warganya usaha budifaya ikan air tawar.
Dalam kesempatan ini Kepala Desa Rato, Ir. Ahamadi mengatakan, dirinya dan Tim Desa Rato sebelumnya sudah konsultasi ke Dinas LHK NTB dimana diarahkan untuk belajar ke Desa Semparu Lombok Tengah. Apalagi kepala Desa, Ketua BPD dan Direktur BUMDesnya adalah sarjana pertanian. Kami punya keinginan kuat untuk dapat mengolah sampah organic yang ada, ujarnya.
Kadis LHK NTB, menuturkan bahwa sesungguhnya gagasan ini telah didiskusikan bersama Tim PT. Pegadaian Wilayah Bali Nusa Tenggara melalui program Tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL). Jika ini jalan sebagai pilot pertama di Bima maka conten kolaborasi triple helix akan terujud pada inovasi ini, ujarnya. (r)