spot_img
Jumat, September 20, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANAda SMA Swasta Belum Terapkan Kurikulum Merdeka, Penghapusan Jurusan Terganjal Ketersediaan Guru di...

Ada SMA Swasta Belum Terapkan Kurikulum Merdeka, Penghapusan Jurusan Terganjal Ketersediaan Guru di Sekolah

Mataram (Suara NTB) – Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menghapus sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Kurikulum Merdeka. Seluruh SMA negeri di NTB melaksanakan kurikulum merdeka, yang artinya menerapkan penghapusan penjurusan.

Namun, masih ada SMA Swasta yang belum menerapkan kurikulum merdeka. Ketersediaan guru jadi salah satu alasan sekolah kesulitan menerapkan kurikulum merdeka.

Sub Koordinator Kurikulum Bidang SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Purni Susanto pada Selasa 23 juli 2024 mengatakan, seluruh SMA Negeri berjumlah 150 SMA telah menerapkan kurikulum merdeka. Sedangkan, untuk SMA Swasta, sebanyak 183 sekolah dari total 209 SMA swasta telah menerapkan kurikulum merdeka.

Ia mengakui, kendala SMA swasta belum menerapkan kurikulum merdeka, karena kurang tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM). “Rata-rata kendala sekolah swasta adalah tidak cukupnya SDM. Bahkan saat ini banyak guru-guru potensial di sekolah swasta, setelah lulus PPPK langsung ditarik ke sekolah negeri,” ujar Purni.

Pihaknya berharap SMA swasta segera menyesuaikan diri, terutama bagi SMA yang belum bisa menerapkan kurikulum merdeka.

Menurut Purni, dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 12 tahun 2024, mulai tahun ini pemerintah mewajibkan semua sekolah mulai PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, termasuk sekolah di bawah Kementerian Agama uuntuk menerapkan kurikulum merdeka.

“Pada kurikulum merdeka, sudah tidak dikenal lagi istilah jurusan sebagaimana Kurikulum 2013. Yang ada adalah kelompok mata pelajaran pilihan,” ujar Purni.

Kelompok mata pelajaran pilihan ini, Purni menjelaskan, ada yang berbasis sains, seperti Fisika, Kimia, Biologi. Ada juga yang berbasis sosial seperti Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, atau pun ada yang berbasis bahasa seperti bahasa Indonesia tingkat lanjut, dan sejumlah mata pelajaran bahasa asing lainnya.

Pada kurikulum merdeka, siswa tidak terikat harus menempuh semua mata pelajaran IPA saja seperti kurikulum sebelumnya. Boleh jadi siswa mengambil kelompok mapel IPA/sains dan sebagian lagi mapel bahasa secara bersamaan, karena mereka berminat pada ilmu sains dan sekaligus ilmu bahasa.

Sedangkan, di kurikulum lama, bila siswa mengambil jurusan IPS, maka mereka harus menempuh semua paket mata pelajaran pada rumpun IPS, seperti Ekonomi, Sosiologi, Geografi. Suka ataupun tidak suka, mereka wajib menempuh semua paket mata pelajaran tersebut. Berbeda halnya dengan kurikulum baru ini. Siswa boleh saja menempuh mata pelajaran IPS, seperti Sejarah, Ekonomi, tetapi tidak suka Geografi. Maka mata pelajaran Geografi boleh tidak diambil, lalu diganti dengan mata pelajaran biologi yang dia sukai.

“Di sinilah salah satu esensi kurikulum merdeka, di mana anak lebih leluasa (merdeka) menempuh pelajaran sesuai minat dan bakatnya. Kalau dulu saat masih SMA, mungkin seseorang ambil jurusan IPA, maka konsekuensi semua mata pelajaran IPA seperti Biologi, Fisika, Kimia harus ditempuh. Padahal boleh jadi siswa itu tidak suka pelajaran Fisika, tetapi karena ambil jurusan IPA, dengan terpaksa, suka tidak suka harus mengikuti pelajaran Fisika yang tidak disukai itu,” pungkas Purni. (ron)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -


VIDEO