Mataram (Suara NTB) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus-kasus kekerasan fisik secara nasional terhadap peserta didik sepanjang 2024 sampai menimbulkan kematian. FSGI Mendorong Permendikbudristek tentang pencegahan dan penanganan kekerasan benar-benar diterapkan di sekolah.
Ketua Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB, Mansur pada Rabu 24 juli 2024 mengatakan, Dalam rangka Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2024, FSGI mendorong Peringatan HAN dijadikan momentum mengevaluasi implementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) yang telah diluncurkan pada 3 Agustus 2023, atau hampir setahun lalu.
“FSGI mendorong Kemendikbudristek memastikan Permendikbudristek 46/2023 tentang PPKSP diimplementasikan di satuan pendidikan, tidak sekadar meng-upload SK Pembentukan Tim PPK (Pencegahan Penanganan Kekerasan) di Dapodik,” ujar Mansur.
Saat ini, Permendikbudristek 46/2023 sudah memiliki petunjuk teknis (juknis) untuk memudahkan implementasinya yaitu melalui Persekjen Kemendikbudristek Nomor 49/M/2023 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
FSGI mencatat kasus-kasus kekerasan fisik terhadap peserta didik sepanjang 2024 yang menimbulkan kematian terjadi di Pondok Pesantren di Tebo (Jambi) dan Ponpes di kediri (Jawa Timur) serta SDN di Sumbar dan SMK di Nias Selatan. Selain itu, ada peserta didik di SD karena kelalaian pengawasan guru mengalami luka bakar 80% dan setelah dirawat 4 bulan meninggal dunia. Ada juga peserta didik SMA di Kabupatan Nias Selatan mengalami pemukulan di kepala dan pelipis sebanyak 5 kali oleh kepala sekolah, kemudian mengaku pusing dan dirawat di rumah sakit beberapa hari kemudian meninggal dunia.
FSGI mencatat kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan selama Januari-Juli 2024 ada 15 kasus. Kasus-kasus tersebut adalah kategori berat dan ditangani oleh pihak kepolisian, adapun sumber data adalah studi referensi dari pemberitaan di media massa.
Dari 15 kasus tersebut, mayoritas terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (40%), disusul SD/MI (33,33%), SMA (13,33%) dan SMK (13,33%). Dari jumlah tersebut, 80% kasus terjadi pada satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek dan 20% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Meski Kementerian Agama hanya 20%, namun kasusnya kekerasan fisik yang terjadi, menimbulkan kematian dua peserta didik.
Adapun macam kekerasannya adalah kekerasan seksual (20%) dengan pelaku seluruhnya guru; kebijakan yang mengandung kekerasan (0,06%); kekerasan fisik (73,33%) di mana pelakunya mayoritas peserta didik, baik teman sebaya maupun kakak senior dan menimbulkan 5 korban meninggal dunia. Korban meninggal umumnya melibatkan sejumlah anak atau penganiayaan secara bersama-sama (pengeroyokan). Ada satu korban, peserta didik SMA yang meninggal karena dipukul oleh Kepala Sekolah saat berada dalam barisan di lapangan.
Pelaku kekerasan terhadap anak di antaranya adalah kepala sekolah (13.33%); Guru (20%); Teman sebaya (53,33%) dan peserta didik senior (13,33%). Berarti 64% kasus kekerasan adalah anak dengan anak atau sesama peserta didik.
Adapun wilayah kejadian meliputi 15 kabupaten/kota di 10 provinsi yaitu Kota Yogyakarta (DIY), Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kota Batu, Kabupaten Bojonegoro dan Kediri (Jawa Timur), Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Cimahi Utara (Jawa Barat), Kabupaten Brebes dan Klaten (Jawa Tengah), Tebo (Jambi), Kota Gorontalo (Gorontalo), Kabupaten Nias Selatan (Sumatera Utara), dan Padang Pariaman (Sumatera Barat). Kejadian terbanyak di Jawa Barat dan Jawa Timur, masing-masing 20%; disusul Jawa Tengah (13.33%).
FSGI juga mendorong Kementerian Agama RI menerapkan kebijakan yang sama dengan Kemendikbudristek dalam mencegah dan menanganani kekerasan di satuan Pendidikan. FSGI mengapresiasi Direktorat SMP Kemendikbudristek yang pada tahun 2023 telah melakukan sosialisasi secara masif agar Permendikbudristek 46/2023 dapat dipahami dan diimplementasikan oleh sekolah, demi mewujudkan sekolah aman, nyaman dan menyenangkan tanpa kekerasan.
“Bahkan di tahun 2024 ini sudah mulai melakukan pendampingan kepada Tim PPK sekolah di delapan provinsi dengan menghadirkan perwakilan sekolah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru BK, dan Pengurus Komite Sekolah. Karena tugas mencegah dan menangani kekerasan di sekolah harus menjadi tanggungjawab dan kolaborasi semua pihak terkait,” ujar Mansur.
FSGI mendorong Tim PPK sekolah dapat mempelajari Persekjen Kemendikbudristek Nomor 49/M/2023 tentang Petunjuk Teknis tatacara pelaksanaan pencegehan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. “Mengingat banyak sekolah yang belum tahu juknis ini dan masih kebingungan dengan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” pungkas Mansur. (ron)