Taliwang (Suara NTB) – Penyidikan perkara dugaan korupsi anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB pada dua SMA di Kabupaten Sumbawa Barat memasuki babak baru. Di mana kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) KSB itu, tim penyidik telah menetapkan satu orang sebagai tersangka.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi yang berjumlah 19 (sembilan belas) orang dan dokumen-dokumen yang didapat, jaksa penyidik menyimpulkan terdapat dugaan yang cukup terjadinya tindak pidana korupsi pada Pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi DAK Fisik SMAN 1 Seteluk dan SMAN 2 Taliwang pada tahun 2021 dan hasil ekspose tim penyidik dengan ini menetapkan tersangka dengan inisial M I selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pekerjaan Pembangunan dan Rehabilitasi DAK Fisik SMAN 1 Seteluk dan SMAN 2 Taliwang pada tahun 2021,” kata kepala Kejari KSB, Hj. Titin Herawati Utara kepada wartawan, Kamis, 8 Agustus 2024.
Oleh penyidik kejaksaan KSB, atas perbuatannya MI diduga telah melakukan tindakan melawan hukum dengan Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, Subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hj. Titin menjelaskan, atas perbuatan para tersangka telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.3.956.273.509,- (Tiga Miliar Sembilan Ratus Lima Puluh Enam Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Lima Ratus Sembilan Rupiah) atau setidak-tidaknya di sekitar jumlah tersebut berdasarkan hasil perhitungan tim penyidik sendiri. “Kami hitung total lost (keseluruhan) ya karena hasil pengerjan dari program itu tidak bisa dimanfaatkan oleh sekolah penerima,” cetusnya.
Secara garis besar, kasus DAK pada dua sekolah SMA di KSB itu terjadi karena MI selaku PPK tidak melaksanakannya sesuai SOP. Hj. Titin menuturkan, dalam sistem Dapodik pengelolaan DAK sekolah penerima program dipersilakan mengajukan permohonan kegiatan namun faktanya hal itu tidak terjadi. Akibatnya dana yang dialokasikan pusat tidak terjadi kesesuaian dengan pekerjaan lapangan.
“Harusnya PPK melakukan penyesuaian tapi MI tidak menjalankan itu. Belum lagi spek pekerjaan tidak sesuai dan waktu pengerjaannya molor sampai batas waktu yang ditetapkan,” urainya.
Selanjutnya, Hj. Titin mengatakan kasus tersebut masih terus dikembangkan oleh pihaknya. Sebab itu tidak menutup kemungkinan ke depan masih akan dapat bertambahnya jumlah tersangka. “Sementara ini dari pemeriksaan 19 saksi sudah cukup menjerat MI selaku PPK. Dan tersangka bisa bertambah karena kami masih terus dalami kasusnya dan masih ada juga saksi yang akan kami periksa,” ungkapnya seraya merinci pihak-pihak yang telah diperiksa sejauh ini.
“19 orang yang kita periksa itu ada kepala sekolah, pejabat Dikbud NTB, kontraktor pelaksana, pengawas termasuk MI sendiri yang hari kami tetapkan sebagai tersangka,” pungkas Hj. Titin. (bug)