Praya (Suara NTB) – Mantan Kepala Desa (Kades) Gemel, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah (Loteng), Muhammad Ramli, akhirnya divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, setelah terbukti melakukan penyelewengan pengelolaan keuangan desa tahun 2019-2022. Dengan vonis pidana kurungan selama lima tahun.
Selain pidana kurungan, dalam amar putusannya di sidang yang digelar Kamis, 22 Agustus 2024 kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram juga menjatuhkan denda sebesar Rp300 juta. Subsider pidana kurungan selama tiga bulan jika terpidana tidak membayar denda tersebut sampai batas waktu yang ditentukan.
Hukuman terhadap terpidana juga masih bisa bertambah dua tahun lamanya. Jika terpidana tidak mampu melunasi pembayaran uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp969 juta lebih yang ditetapkan majelis hakim. Di mana uang pengganti tersebut sudah harus dilunasi satu bulan setelah ada putusan hukum tetap terhadap vonis tersebut.
Nantinya jika terpidana tidak membayar uang pengganti sampai batas waktu yang ada, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa melakukan penyitaan terhadap harta benda milik terpidana. Untuk kemudian dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut. “Pidana kurungan tambahan selama 2 tahun berlaku kalau terpidana tidak bisa melunasi uang pengganti kerugian negara. Baik itu secara langsung atau dengan penyitaan asset,” ungkap Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Loteng I Made Juri Imanu, S.H., M.H., dalam keterangannya, Jumat, 23 Agustus 2024.
Majelis hakim, terang Juri, memvonis terpidana melakukan penyelewengan pengeloalan keuangan desa dengan cara memerintahkan Kaur Keuangan Desa Gemel secara lisan untuk melakukan pencairan dana APBDes Gemel selama beberapa tahun menjabat. Pencaitan dari rekening kas Desa Gemel pada Bank NTB Syariah Cabang Praya tanpa melalui mekanisme pencairan sesuai dengan aturan yang berlaku. Di mana dana dicairkan menggunakan slip penarikan dan stempel Kepala Desa Gemel. Setelah cair tersebut kemudian digunakan oleh terpidana untuk kepentingan pribadinya.
Sehingga majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp969 juta lebih.
“Putusan ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terpidana dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp969.787.012, subsider pidana penjara selama 3 tahun,” terang Juri seraya menambahkan, terhadap vonis tersebut JPU menyatakan pikir-pikir dan meminta waktu 7 hari untuk menentukan sikap. (kir)