Mataram (Suara NTB) – Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, perlu mencari cara untuk menutupi beban operasional pengangkutan sampah. Pasalnya, antara biaya operasional dengan retribusi tidak sebanding. Skema menaikan tarif retribusi menjadi pro-kontra.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, H. Nizar Denny Cahyadi dikonfirmasi pekan kemarin menjelaskan, skenario kenaikan retribusi sampah dari sebelumnya Rp5.000 menjadi Rp10.000 per kepala keluarga sebenarnya telah dibahas di tahun 2023.
Penetapannya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk memproses kenaikan sumber pendapatan asli daerah tersebut. “Sebenarnya, pembahasan sudah sejak lama. Kalau tidak salah mulai dibahas tahun 2023 lalu,” terangnya.
Rencana menaikkan retribusi parkir menuai pro-kontra, karena keinginan masyarakat meminta tidak dinaikkan. Legislatif juga meminta retribusi sampah dipertahankan dari tarif retribusi sebelumnya. Denny mengatakan, porsi anggaran pengelolaan sampah dengan retribusi yang masuk ke kas daerah tidak sebanding.
Nominal yang ideal untuk menentukan nilai retribusi sampah kata Denny, Pemkot Mataram sedang dibantu oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) untuk menghitung potensi retribusi. “Jadi akan dilihat berapa sih yang cocok retribusinya. Kalau hasilnya naik sebagai salah satu acuan maka akan dinaikkan retribusi ini,” jelasnya.
Ia menyebutkan, sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi sampah mencapai Rp5 miliar – Rp6 miliar. Sementara, beban operasional yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar minyak, onderdil dan lain sebagainya senilai Rp15 miliar – Rp20 miliar.
Pihaknya tidak bisa memaksakan menaikan tarif karena menjadi kebijakan kepala daerah. Untuk menutupi beban biaya operasional melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau melalui subsidi silang. “Pak Wali meminta kebijakan untuk tidak menaikkan tarif retribusi dan ini sudah menjadi ketentuan yang harus kita laksanakan bersama,” demikian kata dia. (cem)