Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB kembali mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi yang berlangsung secara hibrida dari Gedung Sasana Bhakti Praja Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.
Rapat dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H.M Tito Karnavian didampingi Plt Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir serta para narasumber dari Kementerian/Lembaga terkait. Kegiatan ini dihadiri oleh kepala daerah se-Indonesia atau perwakilan secara virtual melalui zoom meeting
Sementara, Pj Gubernur NTB, Hassanudin diwakili oleh Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma, MH, dan diikuti oleh sejumlah staf dari OPD yang lainnya. Mereka mengikuti Rakor secara daring di Pendopo Timur Gubernur NTB.
Mendagri mengatakan, pihaknya sudah melaporkan perkembangan inflasi nasional bulan September 2024 kepada Presiden dan Presiden terpilih. Mereka memberi apresiasi terhadap capain inflasi yang rendah ini yaitu 1,84 persen (y-o-y) dan deflasi di September sebesar 0,12 persen (m-to-m).
“Sepertinya ini adalah angka inflasi terendah sejak zoom meeting dilakukan sejak 2022 lalu dan mungkin ini yang terendah semenjak Indonesia Merdeka. Kita menyentuh di angka 1. Selama ini belum pernah,” kata Mendagri saat memimpin Rakor.
Tito mengatakan, di bulan November 2004 – Oktober 2009 silam, rata-rata inflasi nasional 9,9 persen. Selanjutnya November 2009 – Oktober 2014 rata-rata inflasi sebesar 5,62 persen, inflasi periode November 2014 – Oktober 2019 sebesar 4,14 persen, sedangkan periode November 2019 – Agustus 2024 rata-rata inflasi nasional sebesar 2,84 persen.
“Ini dengan angka 1,84 persen adalah angka yang terendah dalam empat periode pemerintahan, bahkan sejak Indonesia Merdeka,” kata Tito.
Dalm diskusinya dengan sejumlah tokoh dan ekonom kata Tito, deflasi lima bulan berturut-turut akibat menurunnya daya beli masyarakat. Hal itu mempengaruhi permintaan konsumen yang dampaknya adalah turunnya sejumlah barang dan jasa.
Namun menurut Tito, volatile food (makanan dan minuman) tak bisa menjadi parameter daya beli masyarakat, namun yang menjadi ukuran daya beli masyarakat adalah selain makanan dan minuman seperti inflasi inti (core inflation).
“Misalnya di perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mengalami inflasi 0,38 persen (m-to-m berdasarkan pengeluaran). Ini masuk dalam inflasi inti. Artinya daya beli masyarakat naik, karena demand-nya naik,” katanya.
Selain perawatan pribadi dan jasa lainnya, kebutuhan yang terjadi inflasi seperti pendidikan sebesar 0,29 persen, rekreasi, olahraga dan budaya alami inflasi sebesar 0,05 persen. “Ini kan bukan kebutuhan primer, artinya demand-nya tinggi,” katanya.
Tito kembali menegaskan bahwa Indonesia mengalami inflasi terendah sejak Indonesia merdeka, namun ini adalah inflasi terendah yang baik. Sebab yang terjadi penurunan adalah sektor pangan, sementara daya beli masyarakat meningkat yang ditandai dengan inflasi inti di luar makanan dan minuman tetap terjadi kenaikan permintaan.
“Yang tak boleh terjadi adalah kalau seandainya makanan, minuman, dan tembakau terjadi inflais yang tinggi dan inflasi inti selain makanan minuman itu mengalami deflasi,” tegasnya.
Adapun Provinsi NTB, terjadi inflasi y-o-y atau inflasi tahunan sebesar 1,77 persen di September 2024 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,87. Seluruh wilayah IHK di Provinsi NTB yang berjumlah tiga kabupaten/kota mengalami inflasi y-on-y. Inflasi y-on-y tertinggi terjadi di Kota Bima sebesar 2,49 persen dengan IHK sebesar 106,46 dan terendah terjadi di Kabupaten Sumbawa sebesar 1,28 persen dengan IHK sebesar 105,55.
Inflasi y-on-y bulan September 2024 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, diantaranya kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 6,37 persen, kelompok pendidikan sebesar 3,82 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 2,09 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,91 persen, kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,74 persen.
Adapun komoditas yang dominan memberikan andil atau sumbangan inflasi y-on-y pada September 2024, antara lain emas perhiasan, sigaret kretek mesin (SKM), sewa rumah, akademi/perguruan tinggi, bahan bakar rumah tangga, sigaret kretek tangan (SKT), angkutan udara, dan puluhan komoditas lainnya.
Jika melihat data inflasi y-o-y sejak Januari 2024, maka inflasi NTB di Bulan September sebesar 1,77 persen ini merupakan inflasi yang terendah. Yang cukup mendekati inflasi bulan September yaitu bulan Juli lalu sebesar 1,91 persen. Adapun inflasi y-o-y tertinggi di tahun 2024 ini terjadi di Maret yaitu 3,63 persen.
Jaga Daya Beli
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma kepada Suara NTB mengatakan, peranan pemda saat ini adalah menjaga agar daya beli masyarakat terhadap kelompok harga bergejolak (volatile food) tetap terjaga dengan baik.
Pemprov NTB dalam hal ini Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus mencermati faktor-faktor penyebab deflasi ini dan akan mengambil langkah-langkah strategis agar geliat ekonomi masyakat terjaga dengan baik.
“Daya beli masyarakat terjaga. Geliat usaha dapat terus berjalan. Kita harapkan semua stakeholder turut berperan aktif, demikian juga dengan OPD-OPD dapat mengoptimalkan realisasi anggaran dalam upaya berkontribusi menggeliatkan perekonomian di Provinsi NTB,” kata Wirajaya.
Tentu berbagai masukan dari para akademisi dan ahli ekonomi di NTB menjadi perhatian Pemprov terkait penentuan kebijakan kedepan untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. (ris)