Selong (Suara NTB) – Ketua Asosiasi penambang galian C Kali Rumpang Korleko Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur (Lotim), H. Maidy membantah jika pihaknya menjadi sasaran kesalahan terjadinya pencemaran lingkungan. Menurutnya, selama aktivitas penambangan ini sebenarnya belum pernah terjadi kasus kerusakan lahan pertanian. Apalagi limbahnya dikabarkan masuk ke rumah-rumah warga di Desa Korleko
Hal ini dikatakan H. Maidy saat dikonfirmasi di Selong, Selasa, 8 September 2024. Menurutnya, terjadinya luapan lumpur hingga ke pemukiman warga Korleko beberapa waktu lalu disebabkan ada oknum yang sengaja berbuat demikian.
Diketahui, beberapa waktu lalu warga melakukan protes keras dengan menggelar demo di kantor DPRD, Polres Lotim dan Kantor Bupati Lotm. Polisi langsung bergerak dan melakukan penutupan tambang. Anggota DPRD Lotim pun turun melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
Kata H. Maidy, penutupan tambang itu bukanlah solusi. Pasalnya, akibat penutupan ini banyak pekerjanya tidak bisa makan. Ia pun berharap, pemerintah berbuat lebih bijak dalam menangani masalah tambang Galian C di kali Rumpang tersebut.
Ketua Asosiasi Penambang ini mengaku, pihaknya selama ini tetap mengedepankan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan penambangan. Penambang dibawah koordinasi Asosiasi ini merupakan penambang legal dan melakukan penambangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, di wilayah Kali Rumpang ini banyak sekali penambangan. “Ada 14 penambangan di wilayah Kali Rumpang ini,” sebutnya.
Fakta di lapangan saat sidak bersama anggota DPRD Lotim beberapa waktu lalu, tidak ada petani yang dirugikan akibat penambangan yang resmi. Penggunaan air juga dilakukan penambang ini sebagian besar malam hari. Yakni saat petani tidak butuhkan air.
Akan tetapi, tidak dinafikan banyak penambang ilegal yang semestinya diberikan peringatan keras oleh pemerintah. Melihat hal ini, maka akan sangat sulit sebenarnya membuat air menjadi jernih. “Membuat air kali rumpang menjadi jernih merupakan hal yang sulit terjadi,” ungkapnya
Karena aktivitas tambang terjadi di sepanjang kali, maka sangat sulit juga bagi masyarakat untuk membedakan mana resmi dan tidak resmi. Kondisi ini membuat penambang resmi dibawah asosiasi penambang ini merasa kena getah. “Ini ibarat satu makan nangka, semua kena getah,” demikian katanya. (rus)