Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB prihatin atas jerat pinjol (pinjaman online) kepada masyarakat yang massif. Tak kalah memperihatinkan adalah persentase kredit macetnya tertinggi di Indonesia.
Asisten II Setda NTB, Dr. H. Fathul Gani, M.Si menyampaikan keprihatinan pemerintah daerah terhadap fenomena ini. Menurutnya, peran aktif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas di sektor keuangan untuk terus memfasilitasi masyarakat alternatif-alternatif pembiayaan yang mudah dan murah. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan pilihan pembiayaan yang menarik agar pinjol tak merajalela.
“(Pinjol) ini menjadi keprihatinan kita. Disatu sisi memang masyarakat membutuhkan akses pembiayaan yang simpel,” katanya, Selasa, 22 Oktober 2024.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi NTB berupaya memperkuat peran koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Fathul Gani mengungkapkan keprihatinannya terhadap masih banyaknya masyarakat yang terjebak dalam jeratan rentenir. Padahal, di sisi lain, masyarakat sangat membutuhkan akses pembiayaan untuk meningkatkan perekonomiannya.
“Harapan kita, fungsi koperasi bisa dikembalikan seperti era jayanya dulu. Karena masyarakat sangat membutuhkan akses pembiayaan untuk meningkatkan perekonomiannya,” ujar Ketua Kwarda Pramuka NTB ini.
Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat akses permodalan koperasi. Dengan demikian, koperasi dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya dengan bunga yang rendah, sehingga masyarakat tidak terjerat pinjaman online.
Ia menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui koperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, Fathul menyarankan agar koperasi menjalin kemitraan dengan perbankan. Sebagai contoh, program subsidi bunga bank untuk peternak di Lombok Timur dapat dijadikan model.
“Dengan adanya subsidi dari pemerintah, maka beban bunga pinjaman koperasi akan berkurang, sehingga sangat membantu masyarakat,” jelasnya.
Kendati demikian, Fathul menegaskan bahwa tidak semua anggota koperasi juga berhak mendapatkan subsidi bunga. Pemerintah perlu melakukan klasifikasi terhadap kelompok masyarakat yang memang membutuhkan bantuan tersebut.
“Upaya memperkuat fungsi koperasi harus dimulai dari tingkat kabupaten/kota, kemudian pemerintah provinsi dapat memberikan intervensi,” tambahnya.
Selain itu, Fathul juga mendorong BPR (Bank Perkreditan Rakyat) untuk lebih aktif menyalurkan kredit skala kecil kepada masyarakat.
“BPR juga kita harapkan terus memperluas akses pinjaman. Karena pinjam di pinjol itu hanya Rp500 ribu, atau Rp1 juta,” tegasnya.
Untuk mendukung upaya tersebut, Fathul meminta OJK untuk berperan aktif dalam memfasilitasi dan mengawasi kegiatan koperasi dan BPR.
“Peran aktif OJK sangat penting untuk memerangi pinjol dan rentenir,” pungkasnya. (bul)