Mataram (Suara NTB) – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H menegaskan akan menerjunkan tim pengawasnya ke klinik-klinik kesehatan yang melayani pemeriksaan kesehatan para calon-calon Pekerja Migrant Indonesia (PMI).
Penegasan ini disampaikan Gede Aryadi, menyusul temuan-temuan kasus PMI NTB yang ditolak di negara tujuan penempatan setelah dilakukan pengecekan kesehatan oleh otoritas setempat dan dinyatakan tidak sehat.
“Tes kesehatan di sini lolos, tapi ketika di tes di Malaysia, tidak dinyatakan lolos. Saya akan turunkan tim pengawas, apakah di sini dilakukan pemeriksaan kesehatan, atau hanya diberikan surat keterangan sehat,” kata mantan Kepala Dinas Kominfotik Provinsi NTB ini di kantornya, Senin, 4 November 2024.
Gede Aryadi menambahkan, pengawasan klinik ada di bawah Kemenkes, namun pihaknya hanya akan melakukan cross check dengan adanya kasus-kasus pemulangan PMI setelah diberangkatkan.
Ia megungkapkan, salah satu kasus terbaru adalah pemulangan sebanyak sembilan PMI yang sudah diberangkakan ke Malaysia oleh salah satu perusahaan di NTB. Pemulangan Sembilan PMI ini setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di Malaysia.
“Sebagai syarat mengeluarkan Permit di Malaysia, harus diperiksa dulu kesehatannya di sana. Ini ada kasus pemberangkatan PMI, semua sudah lolos kesehatannya di sini. Tapi setelah dicek, tidak memenuhi syarat sehat dan tidak bisa diterbitkan visa kerjanya,” tambahnya.
Gede Aryadi mengatakan, jika dipulangkan sebelum bekerja. Hal ini bisa menambah persoalan baru. Beban sosial, dan beban pembiayaan untuk pemulangan kepada PMI, atau kepada perusahaan pengirim.
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) Provinsi NTB, Lalu Didiek Yuliadi, agar persoalan ini juga diharapkan menjadi perhatian Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI.
Menurutnya, dimana saja standar pengecekan kesehatan oleh otoritas kesehatan itu sama. Di Indonesia, ataupun di Malaysia. Namun ada saja kasus pemulangan PMI setelah dilakukan pengecekan kesehatan kembali di Malaysia.
“Karena ini sudah ranahnya antar negara, pemerintah pusat yang harus berkomunikasi dengan pemerintah Malaysia,” katanya.
Menurutnya, perusahaan pengirim PMI sudah berusaha memenuhi syarat untuk mengirim PMI. Salah satunya harus dinyatakan sehat. Item pemeriksaan kesehatan juga diyakini sama. Negara penerima harusnya menggunakan acuan syarat kesehatan PMI yang diterbitkan oleh otoritas negara pengirim PMI.
“Pemerintah di sana juga harus arif. Terutama soal beban moral dan biaya yang dikeluarkan PMI atau perusahaan kalau dilakukan pemulangan. Kita harap sih kalau sudah dinyatakan sehat dari sini, biarkan saja dia kerja dulu satu tahun. tahun berikutnya di cek up. Ini tidak, orang baru sampai seminggu dua minggu di cek kesehatannya. Bisa saja orang masih lelah dan lain lain dalam persiapan dan perjalanan, itu bisa mempengaruhi kesehatannya PMI saat itu. Tapi jangan lantas dijadikan acuan. Kita harapkan ini akan menjadi perhatian menteri baru,” demikian Lalu . Didiek.(bul)