Mataram (Suara NTB) – Pimpinan Komisi X DPR RI mengusulkan Rancangan Undang – Undang (RUU) Perlindungan Guru. Hal ini didasari kondisi dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini dinilai wakil rakyat tidak sedang baik-baik saja. Kekerasan kerap kali dialami para siswa termasuk para guru sekolah.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, RUU Perlindungan Guru amat penting diteruskan. RUU tersebut menjadi salah satu upaya antisipasi mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 hari ini, revisinya akan kami usulkan (materinya). Itu salah satunya,” terang Hadrian dari keterangan tertulis yang diterima Suara NTB, Senin, 4 November 2024.
Menurut Anggota DPR RI Dapil NTB II Fraksi PKB itu salah satu cara yang akan ditempuhnya dengan melibatkan komunikasi seluruh stake holder dunia pendidikan. Apakah itu wali siswa, guru, komite sekolah selaku pihak yang menjembatani wali siswa dengan guru dan pihak lainnya.
“Jadi komunikasi antar stakeholder pendidikan ini harus ada. Sehingga antisipasi terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan di dunia pendidikan seperti kekerasan itu tidak lagi terjadi,” pungkasnya.
Sementara itu Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyebutkan sudah ada undang-undang yang mengatur perlindungan guru saat menjalani tugas yakni Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Kalau secara aturan, secara undang-undang, sebenarnya sudah ada pasal di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang mengatur tentang perlindungan guru,” katanya saat ditemui di Gedung Balai Guru Penggerak Provinsi Sumatra Selatan di Palembang, Jumat, 1 November 2024 seperti dikutip darai Antara.
Ia menjelaskan regulasi perlindungan guru dalam undang-undang tersebut juga memiliki aturan turunan yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang diterbitkan oleh Mendikbud saat itu Muhadjir Effendy.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya upaya penegakan dan pelaksanaan peraturan yang sudah ada sehingga perlindungan tenaga pendidik bisa terjamin.
Menurutnya, persoalan kekerasan yang menimpa beberapa guru belakangan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain kurangnya komunikasi pihak sekolah dengan orang tua dan kemampuan guru dalam menangani siswa secara individual.
“Tapi juga tidak kita pungkiri memang ada anak-anak yang dia memerlukan perhatian khusus dari gurunya dan juga mungkin ada ekspektasi yang terlalu tinggi dari orang tua terhadap guru. Karena itu kemudian terjadi kasus-kasus yang tidak kita inginkan,” kata Abdul.(ris/r)