Mataram (Suara NTB) – Bawaslu NTB memastikan kesiapan untuk menghadapi gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini disampaikan menyusul teregistrasinya 18 perkara PHPU Pilkada, salah satunya berasal dari NTB, yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 2, Mohammad Rum-Mutmainnah (Amanah), yang kalah dalam Pilkada Kota Bima.
Anggota Bawaslu NTB, Hasan Basri, mengonfirmasi adanya satu gugatan Pilkada 2024 dari 10 kabupaten/kota di NTB yang telah teregistrasi di MK. “Sebagai pihak pemberi keterangan dalam proses sengketa pemilihan, prinsipnya Bawaslu siap,” ujar Hasan pada Senin, 9 Desember 2024.
Hasan menjelaskan bahwa Bawaslu NTB telah meminta Koordinator Divisi Hukum dan Staf Pendukung Hukum Bawaslu Kota Bima untuk mengumpulkan seluruh alat bukti terkait proses Pilkada di wilayah tersebut, termasuk hasil pengawasan.
“Kami sudah meminta Kordiv Hukum Bawaslu Kota Bima untuk mengumpulkan seluruh alat bukti, dan juga hadir komisioner Bawaslu Kota Bima. Meskipun kami belum mengetahui dalil gugatan yang diajukan oleh pasangan calon tersebut,” jelas Hasan Basri.
Pada Pilkada Kota Bima, pasangan calon wali dan wakil wali kota nomor urut 1, A Rahman H Abidin-Feri Sofiyan (Man-Feri), menang dengan perolehan 49.032 suara. Paslon yang diusung oleh PAN dan Demokrat ini unggul atas paslon nomor urut 2, Mohammad Rum-Mutmainnah (Amanah), yang meraih 46.078 suara. Paslon nomor urut 3, Syafriansar-Syamsuddin (Ansar-Syam), memperoleh 1.016 suara.
Sementara itu, Dewan Pakar paslon nomor urut 2, Mohammad Rum-Mutmainnah (Amanah), Nimran Abdurrahman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendaftarkan gugatan perselisihan Pilkada 2024 ke MK dan gugatan tersebut telah diregistrasi. Pihaknya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses Pilkada Kota Bima yang menjadi dasar gugatan mereka.
“Kami sudah memiliki sejumlah dokumentasi terkait kejanggalan-kejanggalan yang terjadi selama Pilkada Kota Bima. Hal ini menjadi dasar bagi kami untuk memperkarakan masalah ini ke MK guna mendapatkan keadilan hukum,” ujar Nimran, yang juga merupakan pengurus Badan Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bakumham) DPP Partai Golkar.
Nimran menyebutkan bahwa dari 50 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 41 kelurahan dan 218 TPS lainnya, ditemukan masalah yang merugikan pasangan AMANAH. “Di 50 TPS tersebut, banyak pemilih yang tidak menggunakan surat panggilan dan mencoblos dalam kondisi sudah tercoblos sebelumnya. Hal ini fatal akibatnya,” tegas Nimran.
Ia menambahkan bahwa pencoblosan tanpa surat panggilan adalah salah satu barang bukti yang diajukan sebagai materi gugatan di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, pihaknya juga mencurigai adanya pemilih siluman, dengan perbedaan antara daftar hadir pemilih dan jumlah surat suara yang tersedia.
“Kami meminta kepada MK untuk mengabulkan permohonan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 50 TPS yang diduga kuat bermasalah secara administratif maupun regulasi kepemiluan,” tandas Nimran. (ndi)