Mataram (Suara NTB) – Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB masih rendah. Hingga Desember ini realisasinya di bawah 50 persen. Di tengah pengerjaan proyek yang masih jauh dari target, kabar kasus dugaan korupsi terkait DAK ini pun menyeruak.
Polresta Mataram menetapkan Kabid SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, AM sebagai tersangka pungli setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Ia diduga melakukan pungli proyek DAK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB 2024 untuk proyek fisik SMK 3 Mataram. Penggunaan DAK Fisik ini pun mendapat sorotan.
Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Mataram, Eko Wahyu Budi Utomo mengatakan, anggaran Transfer Ke Daerah (TKD) memiliki dua tahap pengelolan. Yang pertama yaitu dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui proses penyaluran TKD. Namun ketika dana tersebut berpindah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) maka kewenangannya sudah berada di Pemda.
Menurutnya, DPJb NTB lebih kepada penyaluran dari RKUN ke RKUD, namun dari RKUD ke OPD atau ke rekanan dan Satker, hal itu sudah menjadi kewenangan dari Pemda. Pihak Pemda lah yang memiliki kewajiban agar pengelolan keuangan di daerah benar-benar akuntabel dan transparan.
“Sehingga di sana kewenangannya ada di pemerintah daerah untuk mengelola agar pengelolannya menjadi transparan, akuntabel dan lain sebagainya. Itu adalah kewenangan pemerintah daerah dan aparat pemerintah daerah,” kata Eko Wahyu kepada wartawan kemarin.
Menurut Eko Wahyu, saat anggaran sudah masuk ke RKUD, proses anggaran dari OPD terkait kepada rekanan yang berhak menerima pembayaran, kewenangannya ada di BPKAD. OPD terkait mengajukan SPM ke BPAKD yang kemudian akan dibayarkan kepada pihak yang menerima.
“Jadi kami di KPPN tidak berhubungan dengan rekanan atau pihak-pihak lain yang mendapat proyek itu. Kami hanya berhubungan dengan Pemda, dalam hal ini BPKAD,” terangnya.
Untuk diketahui, pemerintah pusat telah menggelontorkan DAK Fisik kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB di 2024. Nominalnya sekitar Rp99 miliar, dengan rincian untuk SMA Rp76 miliar, dan SLB Rp6,1 miliar. Namun anggaran tersebut mendapat sorotan karena sejumlah persoalan yang muncul di akhir tahun.
Sebelumnya, Anggota Komisi V Bidang Pendidikan DPRD NTB Made Slamet mengatakan, aparat penegak hukum (APH) diharapkan ikut mengawasi dan mengawal pelaksanaan DAK di NTB agar penggunaannya tepat sasaran.
“DAK ini di luar pengawasan kita sebenarnya. Tahu saja tidak. Semestinya aparat penegak hukum mengawal. Ini kan di bidang pendidikan yang merupakan investasi sumberdaya manusia,” kata Made Slamet.
Politisi PDIP ini mengatakan, APH bisa melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi kasus penyalahgunaan dalam penggunaan anggaran pusat ini. Sebab dewan provinsi dan kabupaten/kota tak memiliki fungsi pengawasan secara langsung terhadap anggaran dari pusat.(ris)