Mataram (Suara NTB) – YoGo Tricycle Community Bali menyerahkan sepeda roda tiga ke sejumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di NTB pada Kamis 19 Desember 2024 alu. Sepeda roda tiga ini diserahkan ke SLBN 2 Mataram, SLBN 2 Lombok Barat (Lobar), SLBN 2 Lombok Tengah (Loteng), dan SLBN 2 Lombok Timur (Lotim). Sepeda ini bertujuan untuk melatih keterampilan motorik anak-anak.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus (PK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Dr. Hj. Eva Sofia Sari, M.Pd., menyampaikan bahwa penyerahan sepeda roda tiga ini sudah dilakukan beberapa kali sebelumnya. Penyerahan terbaru ini merupakan yang ke-10 untuk SLBN 2 Mataram, yang ke-11 untuk SLBN 2 Lobar, yang ke-12 untuk SLBN 2 Loteng, dan yang ke-13 untuk SLBN 2 Lotim. Sebelumnya, sepeda-sepeda tersebut juga telah disalurkan ke sembilan SLBN di NTB.
Sepeda roda tiga ini merupakan sumbangan dari YoGo Tricycle Community Bali yang diprakarsai oleh Ketut Yogaster, seorang pensiunan manajer PLN di Bali. Ia mengumpulkan para donatur untuk pengadaan sepeda-sepeda ini. Eva mengapresiasi penyerahan bantuan sepeda roda tiga untuk SLB di NTB.
“Perhatian terhadap SLB di NTB dalam pengadaan sepeda ini sangat luar biasa. Kehadiran sepeda-sepeda ini sangat berarti, karena anak-anak dapat berlatih motorik mereka dengan cara yang menyenangkan. Tentunya sepeda ini sangat bermanfaat untuk digunakan semaksimal mungkin sesuai kebutuhan anak-anak di SLB,” ujar Eva.
Dukungan masyarakat terhadap pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat penting, terutama dalam konteks Permendikbud Nomor 48 Tahun 2023 yang mengatur tentang akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas. Menurut Eva, slogan Permendikdasmen, yaitu “Pendidikan Bermutu untuk Semua,” mendukung pentingnya keberadaan peserta didik dalam berpartisipasi dalam pembangunan.
“Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat mengubah pola pikir terhadap anak-anak yang mengalami hambatan fungsional. Saat ini, berbagai kebutuhan mereka terus diupayakan, mulai dari sarana dan prasarana, tenaga pendidik yang ramah disabilitas, hingga lingkungan budaya dan sosial yang mendukung. Pembelajaran yang adaptif dan bermakna juga perlu diciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka,” pungkas Eva. (ron)