Giri Menang (Suara NTB) – Warga Desa Senggigi, Lombok Barat (Lobar) mendatangi Kantor Inspektorat Pemkab Lobar Selasa, 14 Januari 2025. Kedatangan warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Senggigi (KMPS) untuk meminta Inspektorat segera menuntaskan audit penggunaan dana desa (DD) APBDes Senggigi. Kemudian hasil audit itu dibuka secara transparan ke warga.
Mereka ditemui oleh Asisten III Suparlan, Inspektorat Pembantu (Irban) I, M Busyairi dan jajaran. Kedatangan mereka ke Inspektorat didampingi sejumlah LSM. Seperti LSM Garuda Indonesia, LP-KPK, dan Laskar Merah Putih Perjuangan. Mereka kompak mendesak Inspektorat Lombok Barat agar bekerja secara transparan dan profesional.
Diketahui, sebelumnya kasus ini sudah pernah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Senin lalu (6/1/2025). Mereka menyerahkan sebendel dokumen bukti dugaan penyelewengan dana desa Senggigi yang diduga melibatkan oknum Kades.
“Kami minta hasil audit dibuka secara terang benderang. Kami meyakini banyak kerugian negara dalam kasus ini,”kata Pembina KMPS, Rusman Khair.
Dari hasil penghitungan internal yang dilakukan pihaknya, memperkirakan potensi dugaan kerugian negara bisa mencapai Rp 686 juta. Kerugian itu diduga berasal dari sejumlah item penggunaan keuangan desa. Mulai dari pembelian ambulans, dana CSR PLN, penanganan Covid-19, balik nama bus di Dinas Perhubungan (Dishub), biaya makan minum (mamin) perangkat desa serta tambahan penghasilan kades dan perangkat.
Itu belum termasuk dugaan penyalahgunaan anggaran di beberapa pos belanja bidang ketahanan pangan. “Ini semua potensi dugaan kerugian negara. Kami sudah serahkan delapan dokumen ke Inspektorat,” ujar Rusman.
 Sementara, Sekretaris KMPS Ahmad Hudairi mendukung penuh proses audit yang dilakukan Inspektorat. Pihaknya meminta proses audit dilakukan secara transparan dan menyeluruh. “Hasil audit ini sangat penting bagi masyarakat Senggigi. Kami sangat berharap kasus dugaan penyelewengan dana desa ini dapat segera diselesaikan secara tuntas.,” ujar Hudairi.
Diungkapkan dugaan penyelewengan yang diduga melibatkan Kades terjadi pada beberapa pos anggaran. Salah satunya pos tambahan penghasilan kades dan perangkat. Kades diduga berani mengalokasikan anggaran gaji tambahan lebih dari 30 persen melalui dana bagi hasil (DBH) pajak. Seharusnya gaji tambahan diambilkan dari penghasilan asli desa (PAD).
Aturan itu sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 3 tahun 2015 tentang Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kepada Desa. Akibatnya, dari gaji tambahan ini saja ada potensi kerugian negara sampai Rp 420 juta.
 Mark up anggaran juga diduga terjadi pada program pekerjaan fisik. Termasuk perbaikan jalan desa. Modusnya, nota pembelian material dimanipulasi. Nota pembelian dari toko resmi itu tidak dipakai. Tapi petugas desa membuat nota sendiri dengan menaikkan harga bahan material. Tentu itu dilakukan tanpa sepengetahuan toko resmi. “Kami sangat berharap ini semua bisa diaudit Inspektorat Lobar,” tegas Hudairi.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Lobar melalui Inspektur Pembantu (Irban) I, M. Busayri, menyampaikan kepada warga bahwa persoalan Desa Senggigi yang disampaikan Indikasi ada delapan item tengah berproses (audit) di Inspektorat. Bahkan kata dia tidak hanya delapan menjadi temuan, namun lebih dari itu. “Tapi kami tidak mungkin membuka itu kepada publik karena masih dalam tahap berproses (audit),”kata dia, sembari menyampaikan bahwa yang diberikan hasil audit ini Obrik dan pemeriksa.
Ia pun menjelaskan proses dan prosedur sesuai kewenangan Inspektorat sebagai pembina dan pengawas. Soal desakan agar hasil audit dibuka ke warga? Ia pun menjelaskan prosedur yang berlaku. Dimana saat ini pun masih bersifat NHP (Naskah Hasil Pemeriksaan), ada waktu lima hari bagi Obrik untuk melakukan sanggahan. Waktu sanggah pun akan berakhir besok (hari ini) tanggal 15 Januari. Apa hasilnya, apakah ada sanggahan atau tidak. Kalau ada sanggahan, itu nanti diverifikasi kembali.
Kalau tidak ada sanggahan, berati Obrik menerima hasil NHP itu. Barulah itu menjadi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Kemudian dari sekian temuan itu ada rekomendasi masing-masing. Kalau kerugian negara maka dikembalikan, jika secara administratif perlu diperbaiki administrasinya. Itu diberikan waktu selama 60 hari. “Setelah itu keluar, sejak diberikan kepada Obrik, maka ada waktu 60 hari untuk mengembalikan, kalau ada kerugian negara. Kalau Administratif perlu diperbaiki Administrasinya,”ujarnya. Kalau tidak ditindaklanjuti maka itu berproses ke APH.
Data-data Desa Senggigi inipun jelasnya telah diminta oleh APH. Namun karena prinsip saling menghargai, antara APH dengan APIP sehingga mereka pun menunggu hasil LHP. Kalau tidak tuntas 60 hari itu, maka berlanjut ke proses hukum ke APH. Dalam hal ini, Inspektorat profesional. Tidak ada melindungi siapapun. Ia juga meluruskan informasi soal pernyataan seolah Inspektorat membantu terlapor dengan membuat SPJ fiktif.
Dimana Kaur Pemdes mengakui, bahwa begitu pindah dari Kadus menjadi Kaur Perencanaan, diminta membuat SPJ senilai Rp12 juta untuk alat batako. Kaur ini tahu bahwa batako itu tidak ada. “Nah saya sampaikan, yang kita maksud adalah kalau belanja apa pun kalau tidak ada kwitansi, tidak ada pertanggungjawaban, tentu kami minta membuat (SPJ), karena itu kesalahan administratif. Fungsi Inspektorat salah satunya pembinaan, secara admistratif lengkapi, kita tidak suruh buat fiktif,”tegasnya.
Mantan Camat itu menegaskan, berdasarkan keyakinan pemeriksa atau auditor dengan lengkapnya administrasi ini, kemudian ada dokumen diyakini dilaksanakan. Namun tentu belum sepenuhnya diyakini itu dilaksanakan. “Tidak pernah kami sarankan itu (buat SPJ fiktif), jangan diframing seolah kami membantu,”ujarnya. (her)