Catatan: Agus Talino
SAYA kaget juga. Ketika Pak Iqbal berbicara tentang “setoran”. Dia mengatakan, tidak minta “setoran”. Dia tidak memberi beban apa-apa kepada birokrasi. Dia hanya minta birokrasi bekerja maksimal.
Pak Iqbal tentu tidak sembarang bicara. Yang disampaikan pasti ada alasannya. Artinya, Pak Iqbal tidak mungkin bicara ujug-ujug kalau tidak ada latar belakangnya. Tidak ada dasarnya. Mungkin Pak Iqbal memiliki informasi.
Mungkin pernah mendengar. Mungkin juga punya bukti. Bahwa “setoran” ke atasan itu memang ada. Sehingga Pak Iqbal tegas mengatakan. Tidak minta “setoran”. Untuk menjelaskan orientasinya sebagai gubernur. Sebagai pemimpin bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Apalagi sekadar untuk mendapatkan “setoran” dari bawahannya. Pemimpin itu contoh. Pemimpin itu teladan. Kalau pemimpin orientasinya “setoran”. Kita tidak tahu lagi. Daerah yang dipimpin ujungnya seperti apa. Kita tidak tahu juga orientasi bawahannya seperti apa. “Guru kencing berdiri. Murid kencing berlari”.
Pak Iqbal secara terbuka mengatakan. Setelah kemenangannya. Yang tampak di depan itu bukan jabatannya. Bukan kemewahannya. Bukan juga fasilitasnya sebagai gubernur. Yang tampak di depan adalah pekerjaan besar yang harus dikerjakan.
Tantangan jabatannya sebagai gubernur tidak kecil. Tidak sederhana. Banyak sekali yang harus dibenahi. Banyak sekali yang harus dirapikan. Dan banyak yang harus diselesaikan dan dicari solusinya untuk mewujudkan mimpi besarnya. Mewujudnya visi Iqbal-Dinda. “Bangkit Bersama. NTB Makmur Mendunia”.
Kamis (20/2/2025) hari ini. Iqbal-Dinda resmi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB. Mereka dilantik bersama kepala daerah dan wakil kepala daerah lainnya di Istana Kepresidenan Jakarta.
Iqbal-Dinda tidak lagi melihat NTB dari “luar”. Mulai hari ini. NTB berada dalam kewenangannya. Hitam putih NTB sangat ditentukan oleh keputusan-keputusannya.
Saya berharap, Iqbal-Dinda memulai memimpin NTB dengan “hentakkan” pertama yang “mengejutkan”. Yang menjelaskan tentang cara memimpin NTB yang tepat. Cara memimpin yang menghadirkan optimisme dan harapan. Keputusannya tidak keliru. Karena akibatnya bisa fatal. Dan pengaruhnya luas.
.
Seperti dikatakan Pak Iqbal. Belakangan diketahui. Bahwa TPS-TPS yang memilih Iqbal-Dinda di atas 80 persen. Rata-rata adalah TPS yang berada di tempat-tempat paling miskin di NTB. Dan sebagian besar dari pendukung Iqbal-Dinda. Adalah orang-orang yang sebetulnya sudah kehilangan harapan. Dan setetes harapan yang masih dimiliki dititipkan kepada Iqbal-Dinda. Pak Iqbal berharap. Mudah-mudahan Iqbal-Dinda bisa memenuhi harapan mereka. Mengangkat mereka dari kemiskinan selama ini.
Saya sangat setuju dengan konsentrasi Iqbal-Dinda pada persoalan kemiskinan. Pada kepemimpinan-kepemimpinan NTB sebelumnya. Kami di Suara NTB punya program khusus. Diskusi terbatas tentang kemiskinan yang kami lakukan secara berkala. Dan kami pernah bersama wakil kepala daerah se-NTB berkunjung ke Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Belajar cara Bantaeng menurunkan angka kemiskinan.
Pada saat itu. Kami mengusulkan kepada Pak Amin, Wagub NTB. Yang juga berkunjung ke Bantaeng. Agar NTB membentuk dua kabupaten/kota contoh penanganan kemiskinan. Satu daerah di Pulau Lombok. Dan satu daerah di Pulau Sumbawa. Usulan tersebut tidak terealisasi. Pertimbangannya, kalau berhasil. Daerah contoh tersebut tidak saja bisa menjadi tempat belajar daerah lain di NTB. Tetapi bisa menjadi tempat belajar daerah-daerah lain di Indonesia.
*
Beberapa waktu lalu. Sebelum Iqbal-Dinda dilantik. Alam NTB kurang bersahabat. Bima dihantam banjir. Tidak saja ada korban harta. Tetapi juga ada korban jiwa. Korban meninggal terseret banjir. Ada korban yang belum ditemukan.
Ancaman alam. Seperti banjir yang masih kerap muncul harus menjadi perhatian. Akar soal banjir yang masih kerap datang harus ditemukan. Banjir bukan ancaman biasa. Banjir tidak saja bisa melahirkan kemiskinan baru. Menelan korban harta. Tetapi bisa menghadirkan kepedihan. Korban kehilangan nyawa. Dan keluarga kehilangan orang-orang yang dicintainya.
Iqbal-Dinda yang datang dengan gagasan-gagasan besar membangun NTB. Penting mencermati NTB secara lengkap. Pada kepemimpinannya. Tentu kita tidak ingin melihat ada kabupaten/kota yang terendam banjir. Karena provinsi dan kabupaten/kota bisa bekerja sama. Dan saling menguatkan untuk menyelesaikan dan menangani masalah yang terjadi.
Kita juga tidak ingin mendengar cerita pedih warga sakit yang harus ditandu menuju fasilitas kesehatan. Karena jalannya rusak. Dan tidak bisa dilewati kendaraan roda empat.
Meritokrasi merupakan pilihan Iqbal-Dinda menyambut kerja besar yang sudah menanti. Apalagi cita-cita Iqbal-Dinda tentang NTB tidak sederhana. Dan NTB tidak bisa disebut kecil. NTB terdiri dari dua pulau besar. Lombok dan Sumbawa. Ada tiga suku besar. Sasak, Samawa dan Mbojo.
Mesin birokrasi yang dimiliki Iqbal-Dinda harus tangguh. Pilihannya, tidak ada kompromi pada penempatan pejabat. Kecuali pejabat bersangkutan memiliki kemampuan pada jabatan tersebut. Bisa diambil dari pejabat yang ada di Pemprov NTB. Bisa juga pejabat dari luar daerah. Pejabat “impor” dari daerah lain. Karena Iqbal-Dinda tidak menemukan pejabat di Pemprov NTB yang cocok dan tepat untuk membantunya pada jabatan tertentu. Persoalannya, kalau pejabatnya dari luar. Tantangannya, bisa saja soal “medan tempur” yang belum dikenalnya dengan baik. Perlu waktu untuk mengenal “lapangan”. Tidak bisa langsung tancap gas.
“Membaca” banyak pernyataan Pak Iqbal tentang cita-citanya membangun NTB. Sungguh menenangkan dan menyejukkan hati. Yang paling penting, Iqbal-Dinda bisa mewujudkan semua mimpi dan cita-citanya.
Ketika saya masih kecil. Kakek dan paman saya adalah pemburu menjangan. Paman saya pernah mengatakan begini. Untuk bisa menembak menjangan. Bukan saja tentang senapan yang bagus. Yang paling penting adalah tentang kejituan menembak.
Harapan saya. Iqbal-Dinda sebagai pemimpin bisa menjadi “penembak” yang jitu. “Menembak” tepat sasaran semua cita-citanya membangun NTB. Tidak terganggu dengan apa pun. Termasuk “tekanan” politik jika terjadi. Sehingga apa yang sudah pernah disampaikan secara luas kepada publik. Bukan sebatas janji dan kata-kata. Semoga. *