Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti lambatnya kinerja Perum Bulog dalam menyerap gabah dan beras hasil panen petani. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, M. Taufieq Hidayat, mengungkapkan bahwa serapan Bulog masih kalah cepat dibandingkan pengusaha swasta.
“Beras dan gabah petani mau diserap oleh Bulog atau oleh pengusaha lain, tidak masalah, yang penting harganya tidak di bawah harga yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Menurut Taufieq, pengusaha swasta saat ini lebih cepat membeli gabah petani dengan harga lebih tinggi dibandingkan Bulog. Hal ini membuat petani cenderung menjual hasil panennya ke pihak swasta yang menawarkan keuntungan lebih besar.
Pada tahun 2025, Bulog NTB menargetkan serapan 180.000 ton beras. Namun, mengacu pada realisasi tahun sebelumnya, capaian Bulog masih jauh dari target.
“Tahun lalu, dari target 75.000 ton setara beras, Bulog hanya mampu menyerap 60.000 ton, atau sekitar 7 persen dari total produksi beras dan gabah kita. Artinya, masih ada kekurangan 15.000 ton atau tidak mencapai target sekitar 20 persen,” jelas Taufieq.
Selain itu, rasio antara serapan beras dan konsumsi di NTB masih timpang. Jika Bulog mampu menyerap minimal 100.000 ton, NTB sebenarnya tidak perlu mengimpor beras dari luar daerah. Namun, pada tahun 2023, NTB justru mengimpor 17.000 ton beras, yang setara dengan 24.000 ton gabah.
Taufieq mengkhawatirkan jika produksi petani lebih banyak diserap oleh pengusaha dari luar daerah, Bulog hanya akan mendapatkan sisa-sisa panen. Sebaliknya, jika pengusaha tidak menyerap dan Bulog juga tidak membeli, maka petani yang akan dirugikan.
“Kami meminta Bulog untuk memaksimalkan penyerapan gabah dan beras petani. Apalagi, masa panen tidak berlangsung lama. Jika tidak segera diserap, petani akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil panennya,” tegasnya.
Dengan target serapan yang tinggi dan waktu yang terbatas, diharapkan Bulog bisa bergerak lebih cepat agar gabah dan beras petani NTB tetap terserap optimal tanpa harus bergantung pada impor dari luar daerah. (ris/bul)