Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB telah memiliki perangkat aturan untuk mendukung produktivitas dan pemenuhan hak-hak serta perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja rentan dan pekerja bukan penerima dalam upaya mencegah kemiskinan ekstrem di daerah ini. Regulasi tersebut berupa Perda NTB No 2 Tahun 2025 tentang ketenagakerjaan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, Perda tersebut perlu segera di tindaklanjuti dengan penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai turunannya dan aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
“Mari kita lebih peka dan kawal bersama kebijakan ketenagakerjaan ini,” kata I Gede Putu Aryadi dalam kegiatan Rakor Rencana Kerja Pengawasan dan Pemeriksaan Guna Meningkatkan Kepatuhan Perusahaan Serta Perluasan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang berlangsung di Mataram, Selasa, 18 Maret 2025.
Ia menekankan pentingnya silaturahmi dan penyatuan persepsi dalam memperkuat sinergitas antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah daerah, khususnya dalam pengawasan ketenagakerjaan.
Pertemuan ini membahas sejumlah isu krusial, termasuk pengawasan terhadap perusahaan, transparansi dalam aspek ketenagakerjaan, serta tantangan dunia usaha dalam menyesuaikan diri dengan kebijakan efisiensi operasional.
“Selain itu, perubahan kebijakan dan regulasi pemerintah terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sektor ketenagakerjaan serta pemenuhan hak-hak dan perlindungan jaminan sosial bagi masyarakat dan para pekerja,” ujarnya.
Selain berlandaskan Perda, untuk mendukung produktivitas dan pemenuhan hak-hak serta perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan juga berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024. Aturan ini khusus yang berkaitan dengan dasar pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk perlindungan sosial pekerja rentan, petani, dan buruh tani tembakau di NTB.
“Sebenarnya, bukan hanya dari DBH CHT, tapi bisa juga dari DBH sektor lain seperti perhutanan, lingkungan, perikanan, dan sawit yang digunakan untuk perlindungan sosial ketenagakerjaan,” ungkap Aryadi.
Ia menekankan bahwa pelaksanaan penggunaan DBH CHT atau DBH lainnya harus memperhatikan SOP yang telah ditentukan dalam regulasi. “Buatkan data yang valid dan koordinasikan dengan Disnaker Kabupaten/Kota, sehingga perlindungan sosial tahun ini dapat benar-benar dirasakan oleh pekerja rentan di NTB,” tegasnya.
Ia mengajak para Pengawas ketenagakerjaan lebih aktif dalam menyampaikan laporan dan menangani isu-isu ketenagakerjaan. Kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan.(ris)