spot_img
Minggu, Maret 30, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMYUSTISITerdakwa Korupsi KUR BSI Dituntut 10,5 Tahun Penjara

Terdakwa Korupsi KUR BSI Dituntut 10,5 Tahun Penjara

Mataram (Suara NTB) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Mataram menuntut terdakwa kasus dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk petani porang dengan hukuman 10 tahun 6 bulan penjara. Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu, 26 Maret 2025.

“Kepada terdakwa WK dan DR, tuntutannya adalah 10 tahun 6 bulan penjara,” ujar JPU Kejari Mataram, Dian Purnama, usai sidang tuntutan.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.

“Untuk uang pengganti, kami menuntut sebesar Rp13,25 miliar. Jika tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun 3 bulan,” jelas Dian.

Jaksa menilai perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

WK (45), mantan Direktur BSI Cabang Pembantu Bertais Mandalika periode 2021-2022, dan DR (55), Direktur PT Global Gumi Gora yang juga mantan anggota DPRD Lombok Tengah, diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana KUR.

Kasus ini bermula pada 2021-2022, ketika DR dan WK bekerja sama mengajukan KUR dengan menggunakan data petani. Para petani diminta menyerahkan Kartu Keluarga dan KTP dengan janji akan mendapatkan bantuan modal tanam porang sebesar Rp5 juta hingga Rp7 juta.

Namun, setelah dana KUR cair, petani hanya menerima sebagian kecil dari jumlah pinjaman. Sisanya diduga digunakan DR untuk kepentingan pribadi dan operasional PT Global Gumi Gora. Sementara itu, WK sebagai pimpinan BSI Cabang Pembantu Bertais Mandalika diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan memfasilitasi pencairan dana tanpa verifikasi yang memadai.

Kasus ini terungkap setelah petani melapor karena merasa dirugikan. Berdasarkan hasil penyelidikan, negara mengalami kerugian sebesar Rp13,25 miliar, dengan 265 petani menjadi korban. Saat ini, kedua terdakwa ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat. (mit)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO