Giri Menang (Suara NTB) – Angka kemiskinan ekstrem di Lombok Barat (Lobar) naik dari sebelumnya 8.950 jiwa atau 1,57 persen (data BPS 2024) menjadi sekitar 23 Ribu tahun ini. Kenaikan penduduk miskin ekstrem ini menjadi pertanyaan dewan. DPRD mempertanyakan dampak ratusan miliar per tahun untuk program pengentasan kemiskinan tak berbanding lurus dengan penurunan kemiskinan itu sendiri.
Anggota Komisi IV DPRD Lobar Muhamad Munib menegaskan persoalan data menjadi fokus agar dibenahi Pemkab Lobar. Sebab jika data tidak valid, maka program penanganan baik itu kemiskinan pun tidak akan tepat pada sasaran. “Karena itu kami terus mendorong Pemkab terus benahi data ini,” sarannya.
Menurutnya, meski anggaran yang digelontorkan untuk penanganan kemiskinan cukup tinggi tiap tahunnya. Jangan sampai anggaran yang dialokasikan Pemkab ini tidak memiliki daya ungkit terhadap penurunan kemiskinan diakibatkan oleh persoalan data yang belum tuntas.
Untuk itu iapun mendukung langkah Pemkab Lobar dalam hal ini Bupati untuk betul-betul mengecek data ini, sehingga bisa menjadi sumber atau dasar program kegiatan Pemkab Lobar. “Sehingga anggaran ini lebih fokus kepada sasaran,” kata dia.
Wakil Bupati (Wabup) Lobar Hj. Nurul Adha menjelaskan, persoalan mendasar dalam penanggulangan kemiskinan di daerah ini adalah data. “Maka, kita memulainya dengan memperbaiki data yang akan menjadi dasar dalam menyusun perencanaan program untuk memudahkan pemerintah daerah mengintervensi masyarakat miskin,” katanya.
Pihaknya pun telah melakukan rapat dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Barat pada pekan lalu. Dari beberapa kali melakukan rapat dengan BPS tentang Data Kemiskinan di Kabupaten Lobar, data kemiskinan ekstrem ada pada desil 1 yang jumlahnya 27 ribu. Setelah diverifikasi dan validasi atau diverifikasi dan validasi oleh BPS mengerucut pada angka 23 ribu Kepala Keluarga (KK). “Angka kemiskinan ekstrem 23 ribu KK. Kalau jumlah jiwanya bisa bertambah, bisa dikalikan 4 yang 23 ribu KK itu,” sebutnya
Menurutnya, angka kemiskinan yang jumlahnya 96.570 atau 12,65 persen perlu diverifikasi dan validasi lagi. Oleh karenanya membutuhkan BPS untuk membantu verifikasi dan validasi data ini supaya intervensi Pemda untuk menyelesaikan angka kemiskinan ekstrem atau miskin ini dengan segala macam program terfokus pada sasaran.
‘’Sebab jangan sampai, punya program misalnya dianggarkan Rp100 miliar. Tetapi Rp100 miliar ini karena tidak memakai database, jadi kemana-mana gitu. Jadi kita selesai datanya, supaya program-program kita tepat sasaran,” harapnya. (her)