Praya (Suara NTB) – Sebanyak seribu penenun turut ambil bagian pada Festival Begawe Jelo Nyenseq yang digelar oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Sukarara Kecamatan Jonggat, Minggu, 27 Juli 2025. Ajang tahunan tersebut digelar sebagai salah satu upaya pemerintah desa dalam mempertahankan dan melestarikan tradisi menenun ditengah masyarakatanya. Di mana Desa Sukarara sendiri dikenal sebagai desa tenun dengan kualitas terbaik di Lombok Tengah (Loteng).
Nyenseq atau menenun kain merupakan warisan tradisi masyarakat Sukarara yang diturunkan secara turun temurun. Saat ini hampir semua rumah di Desa Sukarara ada penenunnya. Anak-anak hingga remaja putri di Desa Sukarara juga bisa menenun.
Festival Begawe Jelo Nyenseq dibuka langsung Bupati Loteng H. Lalu Pathul Bahri, S.IP.M.AP., bersama Wakil Bupati (Wabup) Loteng Dr. H.M. Nursiah, S.Sos.M.Si., sejumlah pejabat lingkup Pemkab Loteng juga hadir pada acara tersebut. “Ajang ini penting untuk terus dipertahankan. Sebagai salah satu cara kita menjaga tradisi leluhur,” ujar H. Lalu Pathul Bahri, S.IP.M.AP.
Pihaknya pun berharap gelaran event tersebut ke depannya bisa semakin meriah dan semarak, sehingga kehadiran event tersebut bisa juga mendatangkan manfaat secara ekonomi. Tidak hanya sebagai wahana pengenalan tradisi ke masyarakat. Tetapi juga bisa menjadi destinasi wisata yang bisa mendatangkan wisatawan ke daerah ini.
Artinya, selain manfaat menjaga budaya sekaligus juga bisa menjadi atraksi budaya yang menarik minat wisatawan untuk berkunjung. “Ini jadi tugas kita bersama kedepannya. Untuk bagaimana menjadikan Festival Begawe Jelo Nyeseq ini bisa lebih meriah seperti event Bau Nyale yang selalu ramai dikunjungi wisatawan,” terangnya.
Di tempat yang sama Kepala Desa (Kades) Sukarara H. Saman Budi, S.Ag., menjelaskan, Festival Begawe Jelo Nyenseq merupakan event tahunan yang diselenggarakan Pemdes Sukarara. Di mana para penenun akan berkumpul disatu lokasi untuk menenun kain selama satu hari. Tahun ini total ada seribu penenun yang turut ambil bagian. Dari sekitar tiga ribu lebih penenun yang ada di Desa Sukarara.
Pihaknya sengaja membatasi jumlah penenun yang ikut karena kondisi lokasi kegiatan yang tidak memungkinkan untuk mendatangkan lebih banyak peserta. Seadainya ada lokasi yang lebih luas, maka peserta yang ikut bisa lebih banyak lagi. “Event ini ditahun 2023 lalu pernah menorehkan rekor MURI sebagai kegiatan menenun dengan jumlah peserta terbanyak. Yakni sebanyak 2023 peserta,” terangnya.
Ia menegaskan event tersebut akan terus dipertahankan di masa yang akan datang. Selain sebagai sasaran edukasi dan silatuhrahmi bagi masyarakat Desa Sukarara sekaligus sebagai sarana promosi pariwisata secara luas. Bahwa Loteng khususnya Desa Sukarara memiliki tradisi budaya yang secara turun temurun dipertahankan, yakni tradisi menenun.
“Tradisi Nyenseq merupakan pembeda Desa Sukarara dengan desa-desa lainnya di Loteng. Yang secara turun temurun terus dilestarikan sejak lama,” pungkasnya.
Pantauan Suara NTB, gelaran festival tersebut mendapat perhatian cukup. Tidak hanya dikunjungi masyarakar lokal, wisatawan domestik hingga mancanegara juga cukup banyak yang datang. Beberapa di antaranya berkesempatan untuk mencoba menenun menggunakan alat milik masyarakat.
“Tidak hanya kegiatan menenun saja yang kita suguhkan. Proses pemintalan benang hingga menjadi benang juga ikut ditampilkan sebagai sarana edukasi,” imbuh H. Saman. (kir)


