spot_img
Jumat, November 7, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATDitahan Kejari, Pemkab Lobar Belum Berhentikan Kades Bagik Polak

Ditahan Kejari, Pemkab Lobar Belum Berhentikan Kades Bagik Polak

Giri Menang (Suara NTB) – Kepala Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi AAP yang ditangkap Kejaksaan Negeri (Kejari) lantaran terjerat kasus dugaan penjualan aset daerah belum diberhentikan oleh Pemkab Lombok Barat (Lobar). Pemberhentian sementara kades ini sedang diproses Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Lobar. Dinas terkait belum mendapatkan surat pemberitahuan status tersangka dan penahanan bersangkutan.

“Kami sudah bersurat kepada Kejaksaan untuk minta status yang bersangkutan ditetapkan tersangka,” terang Kepala DPMD Lobar Mahnan yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis, 2 Oktober 2025.

Pihaknya sudah mendengar kabar penetapan tersangka oknum kades itu pada Jumat, 26 September 2025 lalu. Namun pihaknya memerlukan keterangan resmi tertulis dari Kejaksaan untuk menjadi dasar mengeluarkan SK Pemberhentian sementara. Serta mengangkat Sekretaris Desa (Sekdes) menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kades.

“Karena tidak cukup pemberitaan media, harus ada surat resmi tertulis menjadi dasar kita. Kami sudah berkoodinasi dengan Kejaksaan,” jelasnya.

Sambil menunggu proses pemberhentian sementara itu, Mahnan mengaku sudah meminta Sekdes untuk menjalankan roda pemerintahan desa, sembari menunggu keluarnya SK Penetapan Plt Kades. Hal itu agar pelayanan publik bagi masyarakat tidak terhambat.

Mahnan mengatakan, pihaknya tetap berdasarkan regulasi yang mengatur. Di mana jika bersangkutan terjerat kasus korupsi maka pemberhentian sementara itu sudah pasti ditetapkan pihaknya selama proses hukum yang bersangkutan bergulir. Berbeda dengan kasus tindak pidana umum yang harus melihat jenis dakwaannya.

“Kita juga akan melihat nanti putusan Inkrahnya kasus yang bersangkutan apakah terbukti bersalah atau tidak. Kalau tidak terbukti, maka dipulihkan (dari pemberhentian sementara) tapi kalau terbukti maka permanen pemberhentiannya,” paparnya.

Disinggung terkait hak yang diterima oknum Kades itu selama diberhentikan, sementara, Mahnan mengaku akan melihat kembali regulasinya. “Untuk hak itu kita akan cek lagi regulasinya,” imbuhnya.

Mahnan engan menangapi terkait kasus penjualan aset negara yang menjelas oknum Kades tersebut. Sebab ia menilai untuk permasalahan itu menjadi ranah pihak BPKAD yang berwenang dalam pengelolaan aset daerah.

“Kita tidak mau berandai-andai, kita melakukan pemberhentian sementara. Selama belum ada status hukumnya jalannya pemerintahan desa harus tetap jalan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Bagek Polak Labuapi AAP ditetapkan tersangka bersama mantan pejabat Kantor Pertanahan Lobar oleh Kejari Mataram atas dugaan korupsi penjualan aset negara. Bahkan pihak Kejari sebelumnya melakukan pengeledahan kantor Pertanahan Lobar dan mengamankan sejumlah berkas yang menjadi barang bukti penjualan aset tanah negara di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, Lobar.

Tersangka AAP ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Lombok Barat. Sementara tersangka BMF ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram. Keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal penetapan tersangka.

Kasus ini bermula pada tahun 2018 dan melibatkan dugaan manipulasi aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa tanah pertanian seluas 3.757 meter persegi yang terletak di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak.

Tanah ini diketahui merupakan aset Pemda Lobar yang berstatus sebagai Tanah Pecatu dari Dusun Karang Sembung. Namun disertifikatkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Tersangka AAP mengajukan permohonan sertifikat atas bidang tanah tersebut,  kemudian terbit sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 02669 atas nama pribadi AAP. Namun, penerbitan sertifikat ini diketahui dan diprotes keras warga setempat. Memicu aksi demo ke Kantor BPN Lobar. Tersangka AAP kemudian melepaskan haknya, dan SHM 02669 resmi dibatalkan oleh BPN Lombok Barat pada tanggal 29 September 2019.

Namun, drama pengalihan aset tidak berhenti di situ. Tanah negara ini kembali menjadi objek sengketa melalui rekayasa gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram. Muncul nama pemohon IWB dan kawan-kawan yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut. Menggugat Tersangka AAP beserta BPN Lobar atas objek yang telah dibatalkan.

Peran krusial Tersangka BMF muncul dalam persidangan perdata ini. BMF, yang merupakan penerima kuasa khusus dari Kepala BPN Lobar, sengaja tidak menghadiri persidangan atau tidak menugaskan staf untuk hadir. Kelalaian ini mengakibatkan BPN kehilangan hak untuk memberikan penjelasan di pengadilan terkait kemungkinan adanya error in persona (kekeliruan subjek) dan error in objecto (kekeliruan objek) dalam gugatan tersebut.

Memanfaatkan celah ini, Tersangka AAP lantas melakukan perdamaian dengan pihak penggugat IWB, dkk. Berdasarkan akta perdamaian dari pengadilan, AAP menyerahkan tanah beserta SHM yang sudah dibatalkan itu kepada IWB, dkk. Selanjutnya, dengan dasar akta perdamaian tersebut, IWB, dkk menjual tanah negara itu kepada seorang pembeli berinisial MA.

Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (her)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO