UPAYA penurunan angka stunting di Kota Mataram menunjukkan hasil positif. Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting di kota tersebut berhasil turun dari 7 persen menjadi 6,09 persen. Meski demikian, Wakil Ketua Fraksi Amanah Nurani Bangsa, Mita Dian Listiawati, A.Md., Keb., menilai perlu kerja sama lintas sektor untuk menekan angka itu lebih jauh, terutama melalui edukasi dan pendampingan bagi ibu hamil sejak dini.
Menurut Mita, pencegahan stunting tidak cukup dilakukan setelah anak lahir atau saat sudah terdeteksi mengalami gangguan pertumbuhan. Intervensi justru harus dimulai sejak masa kehamilan, bahkan sejak awal trimester pertama.
“Kita tidak bisa hanya memberi vitamin setelah anak terdeteksi stunting. Pencegahan harus dimulai sejak ibu mengandung, karena banyak ibu-ibu yang tidak tahu pentingnya menjaga asupan gizi sejak awal kehamilan,” ujarnya kepada Suara NTB di Mataram, kemarin.
Mita menjelaskan, masih banyak ibu hamil di daerah di lingkungan yang terlambat memeriksakan kehamilan. Banyak di antara mereka baru datang ke fasilitas kesehatan pada trimester ketiga, padahal seharusnya pemeriksaan rutin dilakukan sejak trimester pertama. Akibatnya, kebutuhan gizi dan vitamin penambah darah bagi janin sering kali tidak terpenuhi tepat waktu.
Selain faktor pengetahuan, kondisi ekonomi juga menjadi penyebab utama tingginya kasus stunting. Kasus stunting lebih banyak ditemukan pada keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. “Jarang kita temukan keluarga ekonomi atas mengalami stunting. Ini membuktikan ada kaitan erat antara ekonomi dan pengetahuan gizi,” ujar anggota dewam dari daerah pemilihan Sandubaya ini.
Karena itu, program sosialisasi dan edukasi gizi bagi ibu hamil menjadi prioritas. Tenaga kesehatan di posyandu diminta lebih aktif melakukan konseling dan jemput bola kepada ibu hamil yang tidak datang ke posyandu. Pendekatan langsung dinilai efektif untuk memastikan ibu-ibu hamil memahami pentingnya pemeriksaan rutin dan konsumsi gizi seimbang.
“Kalau dulu waktu saya masih jadi bidan di Lombok Barat, kami harus turun langsung ke rumah warga. Kalau ada ibu hamil yang tidak datang ke posyandu, kami datangi. Itu sasaran utama kami,” kenang Mita.
Selain peningkatan kunjungan rumah, para tenaga kesehatan juga menekankan pentingnya data valid di setiap lingkungan. Dengan data tersebut, posyandu dapat memantau jumlah ibu hamil dan mengetahui siapa saja yang belum aktif memeriksakan kehamilan.
Langkah lain yang diusulkan adalah memperbanyak kelas ibu hamil di setiap lingkungan. Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana edukasi, tetapi juga tempat berbagi pengalaman dan memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan ibu dan anak.
“Kelas ibu hamil itu sangat penting. Melalui kegiatan ini, ibu-ibu bisa tahu apa saja kebutuhan gizinya, bagaimana menjaga kesehatan selama kehamilan, dan bagaimana mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah,” ujarnya.
Mita menambahkan, banyak ibu muda yang masih mengalami kekurangan energi kronis, sehingga berisiko melahirkan bayi dengan kondisi gizi buruk. Jika kondisi ibu hamil tidak sehat, maka bayi yang dilahirkan pun sulit tumbuh optimal.
Mita mendorong Pemkot Mataram bersama Dinas Kesehatan setempat memperkuat sinergi dengan berbagai pihak, termasuk kader posyandu, tenaga bidan, dan masyarakat. Tujuannya agar semua pihak memiliki peran aktif dalam menekan angka stunting melalui pencegahan sejak dini. (fit)

