Bima (suarantb.com) – SDN 2 Ntonggu, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, kembali menjadi sorotan setelah mengalami penyegelan berulang oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris lahan tempat sekolah tersebut berdiri. Penyegelan ini mengganggu proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dan memunculkan respons dari berbagai pihak.
Akibat penyegelan tersebut, puluhan siswa terpaksa belajar di teras rumah warga dan masjid di sekitar sekolah. Sebanyak 73 siswa dari kelas 1 hingga 6, serta 30 guru baik ASN maupun non-ASN, tidak dapat mengikuti KBM secara normal.
Plt. Kepala SDN 2 Ntonggu, Musbiawan, S.Pd., menjelaskan bahwa penyegelan dimulai pada Senin (3/11/2025) dan hingga Rabu (19/11/2025) sekolah masih dalam kondisi tersegel. Dalam rentang waktu tersebut, sekolah telah tiga kali disegel dan dibuka kembali.
“Penyegelan sudah terjadi beberapa kali. Polemik ini sudah terjadi sejak lama, sedari kepala sekolah sebelum sebelumnya. Namun memang puncaknya penyegelan terjadi baru-baru ini karena sampai beberapa hari dan menyebabkan siswa sekolah tidak bisa menggunakan gedung sekolah untuk kegiatan belajar mengajar,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Rabu (19/11/2025)
Kepala Sekolah yang biasa disapa Mus ini, mengaku telah melaporkan kejadian ini kepada Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) Kabupaten Bima, bahkan ia bersama dengan para guru dan murid langsung mendatangi Kantor Bupati untuk menyampaikan persoalan ini.
Menindaklanjuti laporan tersebut, dikatakan Kepala Dikbudpora, Zunaidin, S.Sos., M.M., turun langsung menemui ahli waris bersama kuasa hukumnya pada Seni (17/11/2025). “Pada pertemuan tersebut kepala dinas sempat memberikan solusi tengah untuk sementara, yaitu selama proses hukum berjalan mereka meminta untuk segel dibuka dan bangunan sekolah dapat digunakan sementara agar para siswa tidak terlantar. Namun permintaan tersebut tidak diterima oleh pihak ahli waris,” jelas Mus.
Ia menambahkan bahwa ketidakpastian akibat penyegelan berulang membuat para murid resah dan berharap masalah ini dapat segera diselesaikan sehingga KBM kembali berjalan normal.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan tempat berdirinya SDN 2 Ntonggu berada di So Semporo, Desa Ntonggu, Kecamatan Palibelo. Lahan tersebut tercatat seluas sekitar 2.280 are dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 4 yang diterbitkan pada 5 September 1996 oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Bima. Masa berlaku hak pakai selama 25 tahun dinilai ahli waris telah kedaluwarsa pada 2021.
Ahli waris, Abidin (Ama Nadi), mengklaim tanah tersebut merupakan warisan turun-temurun yang tidak pernah dijual, ditukar, dihibahkan, atau diwakafkan.
Sementara itu, Kepala Desa Ntonggu, Agus Setiawan, S.E., menjelaskan bahwa pemerintah desa telah melakukan koordinasi dengan Pemda dan pihak terkait.
“Sejak 10 November, kami mendorong mediasi yang melibatkan tokoh masyarakat, Korwil Kecamatan Palibelo, dan pihak sekolah. Negosiasi masih berjalan dan belum menemukan solusi permanen, sehingga tindak lanjut dihentikan sementara. Kami berharap semua pihak bersatu menyelesaikan masalah agar anak-anak bisa belajar seperti biasa,” ujarnya kepada Suara NTB pada Rabu (19/11/2025).
Agus menuturkan bahwa pemerintah desa dan kecamatan juga telah turun langsung untuk bersilaturahmi dengan ahli waris yang didampingi kuasa hukum. “Tujuannya membuka sekolah sementara tanpa menghalangi hak ahli waris menempuh jalur hukum. Namun pihak ahli waris belum menyetujui solusi ini, sehingga proses belajar tetap terganggu,” katanya.
Sekretaris Desa Ntonggu, Anwar Sulaiman, menambahkan bahwa koordinasi dengan ahli waris sudah dilakukan sebanyak dua kali sebelum Kepala Dinas Dikbudpora turun langsung.
“Pemerintah desa dan kecamatan telah melakukan pendekatan persuasif dengan pihak ahli waris agar sekolah bisa digunakan sementara. Meski proses hukum tetap berjalan, KBM di SDN 2 Ntonggu tidak boleh terhenti, dan kami mendorong pihak terkait agar menemukan solusi secepat mungkin demi kepentingan anak-anak,” ujarnya.
Kekhawatiran juga disampaikan wali murid, Muhammad Iqbal, orang tua dari Muhammad Al-Gifari. “Kami sangat dirugikan. Anak-anak tidak bisa belajar dengan nyaman karena ruang kelas tidak bisa digunakan. Kami berharap Pemkab Bima segera menindaklanjuti penyegelan ini agar KBM tetap berjalan,” katanya.
Iqbal menegaskan bahwa meski ahli waris memiliki klaim, pendidikan anak-anak tidak boleh terhenti. “Kami berharap penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum, tapi sekolah tetap dapat digunakan untuk belajar. Anak-anak harus tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak tanpa terganggu,” tambahnya.
Di sisi lain, kuasa hukum ahli waris, Muhammad Tohir, S.H., M.H., menjelaskan akar persoalan yang memicu penyegelan berulang tersebut. Menurut Tohir, masalah berawal dari ketidakkooperatifan pemerintah terhadap kesepakatan masa lalu. Ia menyebut sejak sekolah berdiri pada 1983, keluarga pemilik lahan telah keberatan, tetapi menerima janji pemerintah terkait kompensasi sementara.
“Sejak sekolah tersebut berdiri pada 1983, keluarga pemilik lahan keberatan namun menerima janji pemerintah bahwa sebelum ada pembayaran, tukar guling, atau perjanjian baru, pemerintah akan memberikan kompensasi Rp 200 ribu per musim kepada pemilik lahan. Janji itu tidak pernah direalisasikan. Tidak pernah dibayar sepeser pun,” tegasnya saat ditemui Suara NTB, Kamis (20/11/2025).
Tohir menjelaskan bahwa pihaknya telah melayangkan somasi beberapa kali, dan yang keempat kepada Bupati Bima pada 21 Oktober 2025. Somasi tersebut menegaskan bahwa SHP Nomor 4 dinilai telah kedaluwarsa karena masa berlaku hak pakai di atas tanah milik perorangan paling lama 25 tahun, sesuai Pasal 45 PP Nomor 40 Tahun 1996.
Ahli waris juga mengklaim memiliki bukti lain seperti SPPT PBB yang dibayar sejak 2007 hingga 2025 serta data Sismiop atas nama keluarga. Atas dasar itu, penggunaan lahan tanpa perpanjangan hak pakai disebut dapat ditafsirkan sebagai perampasan hak.
Menurutnya, sebagian lahan sekolah memang pernah dikembalikan kepada Abidin pada 2019 dan telah disertifikatkan. Namun, sisa lahan sekitar 50 are tempat bangunan sekolah berdiri saat ini masih menjadi objek sengketa.
“Menurut undang-undang, karena hak pakai kedaluwarsa dan tidak diperbarui, tanah otomatis kembali menjadi milik pemiliknya. Kami sedang mempersiapkan gugatan ganti rugi dan saat ini masih tahap melengkapi administrasi,” ujarnya.
Berdasarkan pantuan di Lokasi segel SDN 2 Ntonggu pada pada Kamis (20/11/2025) telah dibuka Kembali. Tohir membenarkan adanya pembukaan segel sementara selama dua minggu. “Apabila tidak ada solusi selama dua minggu, pemilik tanah akan menggunakan tanahnya sendiri sebagaimana mestinya. Artinya akan dilakukan penyegelan kembali dan menguasai lahan itu karena itu hak miliknya,” tegasnya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa ahli waris tetap membuka ruang komunikasi. Mereka menerima berbagai opsi seperti perpanjangan hak pakai, perjanjian baru, tukar guling, sewa, atau pembelian lahan oleh pemerintah. “Kami tidak pernah menutup komunikasi. Asal pemerintah beritikad baik, insya Allah ada win-win solution,” tutup Tohir. (hir)

