Mataram (suarantb.com) – Belakangan ini, sejumlah komoditas mengalami lonjakan harga. Hal ini bukan karena stok tidak ada, melainkan karena adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyebabkan pedagang harus mengalah membagi sebagian stok ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Beberapa komoditas yang melonjak yaitu harga cabai, wortel, dan ayam. Menyikapi kondisi ini, Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) NTB, Jamaluddin Malady meminta pedagang untuk mengambil stok dari luar provinsi, sementara Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang akan menjadi pemasok pangan MBG terbentuk.
“Ya paling tidak, mungkin pedagang kita bisa mencari, karena produktivitas di NTB sangat kurang karena ada bisnis baru, MBG. Ya paling tidak, mungkin sekarang bisa ngambil dari provinsi lain,” ujarnya.
Pedagang, lanjutnya bisa mengambil ayam dari Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan Bali. “Kan dari dua provinsi ini saya lihat mereka mengirim ayam hidup,” lanjutnya.
Dari segi bisnis, Jamal menilai kondisi ini cukup menarik. Ada persaingan ekonomi yang dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi ini, masyarakat dan pengusaha akan bergerak karena adanya peluang untuk menambah stok pangan.
“Bagus kalau ada pengusaha yang habis stoknya untuk kebutuhan MBG. Pengusaha harus bisa melihat hal ini, harus tumbuh pengusaha-pengusaha baru,” katanya.
Kebutuhan MBG Sangat Besar
Ia menjelaskan, kebutuhan MBG sangat besar, terutama untuk komoditas harian seperti wortel, telur, sayur mayur, kentang, daging ayam, hingga ikan. Karena itu, pelaku usaha lokal diminta melihat peluang besar ini.
“Pengusaha yang ada ini habis dia punya barang-barang yang diambil oleh MBG. Apalagi kalau MBG sudah berdiri semua, 560 dapur. Harus ada calon pengusaha-pengusaha baru yang menyiapkan,” sambungnya.
Sebelumnya, imbas MBG, Kepala Pasar Kebon Roek, Malwi mengatakan, saat ini harga cabai kelas 1 atau cabai merah di angka Rp30 ribu. Untuk cabai kelas dua harganya masih berkisar di angka Rp26 ribu. Keluhan serupa juga disampaikan oleh pedagang sayur lain, pedagang ayam, hingga pedagang telur. Menurutnya, mereka mengeluh karena kekurangan stok akibat program ini.
Dia membeberkan, sebelum diterapkannya program ini, para pedagang biasanya mendapat jatah 100kg daging ayam dari pengepul. Namun, kini mereka hanya bisa mengambil setengahnya, yaitu 50kg, bahkan di bawah itu.
“Kalau MBG tidak bisa turun ambil barangnya, sudah ditentukan dari pihak pengelolanya kan udah ada keuntungan di situ,” katanya.
Adanya MBG, lanjutnya tidak bisa dikatakan merugikan pedagang, namun mereka mengambil stok yang seharusnya dijual oleh pedagang. Sebab, sambungnya pedagang di pasar juga memiliki langganan yang harus dipenuhi kebutuhan pokoknya, seperti pemilik warung dan rumah makan.
Malwi khawatir keberlangsungan program MBG semakin mempersulit pedagang, penghasilan mereka benar-benar berkurang akibat tidak kebagian stok. Tidak hanya itu, kondisi ini juga dikhawatirkan mengakibatkan para pedagang kehilangan pelanggan. (era)

